Catatan 'Minus' Gelaran Daihatsu Indonesia Masters 2018

Konfresi pers ajang Indonesia Masters 2018
Sumber :
  • Donny Adhiyasa Karami/ VIVA

VIVA – Gelaran bulutangkis Daihatsu Indonesia Masters 2018 telah berakhir dengan menghasilkan 2 gelar bagi skuat Merah Putih. Perhelatan yang merupakan ajang Road to Asian Games 2018 itu juga telah menguji kesiapan arena Istora Gelora Bung Karno, Senayan sebagai venue untuk cabor bulutangkis dan basket putra.

Wakil Jepang Tantang Kevin/Marcus di Final Indonesia Masters 2021

Namun, sejumlah hal patut menjadi sorotan dari penyelenggaraan event berlabel BWF World Tour Super 500 kedua di bulan pertama tahun 2018 itu. Tak cuma soal kesiapan sarana dan fasilitas venue, kinerja panitia penyelenggara pun turut menyisakan catatan.

Kenyamanan, ketertiban serta kesan modernisasi pengelolaan pertandingan kelas dunia tentu jadi prioritas yang di kedepankan oleh penyelenggara. Tapi apa saja aspek yang masih harus diperbaiki dari ajang tersebut?

Akhir Bulan Ini Akan Diramaikan Indonesia Masters dan Indonesia Open

"Bagus sih renovasi Istora, tapi suka ada aroma tak sedap kayak bau spitank atau sampah gitu di beberapa tempat. Untuk penjualan tiket oke, aman juga banyak petugasnya, toiletnya bersih tapi tisunya kurang," ungkap Vania Semula, salah satu penonton dari Bintaro.

"Kalau di dalam Istoranya (tribun penonton) kan sudah ada nomor bangkunya, tapi di dalam malah suka rebutan dan nggak kebagian bangku jadi duduknya ngacak begitu," jelas Fani Risdayanti, fans Liliyana Natsir asal Karawang.

Greysia/Apriyani Tak Menyangka Juara Indonesia Masters 2020

Keluhan juga datang dari para jurnalis yang meliput ajang tersebut, dimana koneksi internet di ruang media center kerap bermasalah dan tribun untuk jurnalis tulis letaknya kurang representatif.

Tak hanya itu, sejumlah penerjemah bahasa asing yang disiapkan panitia pun kerap kali menghadapi masalah dalam membantu komunikasi para pemain.

"Memang ini jadi satu pembelajaran, venue baru dengan masih harus banyak menata dan kali ini belum terlalu ideal, termasuk fasilitas kepada media seperti terlalu jauhnya mix zone," ujar Achmad Budhiarto selaku Ketua Panitia Pelaksana dalam keterangan persnya.

Hal ini jadi perhatian khusus, mengingat pada Asian Games mendatang jurnalis dari berbagai negara layak mendapat akses dan pelayanan yang prima dalam menunjang tugas jurnalistik mereka.

Dari arena laga, insiden "bola liar" hasil pukulan Kevin Sanjaya kepada Li Junhui yang dianggap keluar oleh wasit di laga final, tentu harus jadi evaluasi besar BWF. Meski menyangkut teknis pertandingan, tapi kesalahan itu dapat berpotensi mencoreng mutu pertandingan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya