Pentingnya Pameran "Bebas tapi Sopan"

Kamis, 19 November 2015 - 14:17 WIB

Oleh :

Elly Herawati,

Pameran Bebas tapi Sopan

Sumber :

U-Report

VIVA.co.id - Hari ini tepat sehari setelah berakhirnya pameran "Bebas tapi Sopan" yang dibuat oleh Visual Jalanan. Pameran ini merupakan Fringe Event Jakarta Biennale 2015; Maju Kena, Mundur Kena. Pameran sendiri sejatinya telah berakhir karena berlangsung dari tanggal 26 Oktober – 16 November 2015. Meski begitu, kesan yang ditinggalkan dari pameran ini rasanya sayang untuk tidak dibagi-bagi.

Yang menarik dari pameran "Bebas tapi Sopan", selain karya-karya dari seniman itu sendiri, namun juga melibatkan masyarakat atau individu sebagai partisipan dari pameran, contohnya #GLUED2 Street Sticker Party, yaitu pengumpulan sticker yang nantinya akan ditampilkan di salah satu spot galeri. Pengumpulan sticker ini saja melibatkan 535 partisipan dari 37 kota di 19 negara. Sangat luar biasa!

Selain sticker tadi, Visual Jalanan juga melibatkan masyarakat sebagai partisipan dengan mengumpulkan foto-foto yang telah mereka ambil dengan jalanan sebagai sumber inspirasinya. Foto-foto yang dipamerkan adalah foto-foto yang telah di tag ke akun @visualjalanan dengan hashtag #visualjalanan tentunya.

Banyak hal yang dapat dipelajari dalam pameran ini. Bahwa coretan-coretan yang ada di jalanan ternyata bisa juga dimuseumkan. Ternyata, coretan-coretan yang sering kita jumpai di jalanan adalah sebuah pesan, sebuah kegelisahan yang disuarakan baik oleh seniman maupun warga, baik yang sudah dikonsepkan maupun terjadi secara spontanitas.

Selain itu, pameran ini menyadarkan kita bahwa ternyata jalanan merupakan ruang pertarungan pesan. Baik seniman maupun warga saling bertarung dengan pemerintah dan korporat dalam menyampaikan pesannya di ruang publik. Namun, posisi seniman dan warga seringkali kalah dengan pemerintah melalui Perda yang membuat karya atau pesan-pesan tadi tidak bertahan lama. Maka berterimakasihlah kepada pameran "Bebas tapi Sopan" ini karena di sini karya-karya yang terlewat tadi, tetap bisa dinikmati. (Cerita ini dikirim oleh Dea Rachmat Sohika, Jakarta)