Melalui Surat Ini, Saya Mengadu ke Jokowi

Ilustrasi penegakan hukum.
Sumber :
  • https://edorusyanto.wordpress.com/2015/04/12/kerinduan-dari-anak-bangsa/

VIVA.co.id – Saya selaku rakyat, menghadap Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui sebuah surat ini, memohon izin untuk mengadukan persoalan buruknya proses penegakan hukum yang saya alami selama 30 bulan terakhir sebagai korban tindak pidana, sekaligus memohon bantuan kepada Bapak Presiden agar segera turun tangan menyelesaikannya.

Cari Keadilan Keliling Indonesia, Kini Berharap pada Jokowi

Ini merupakan surat ke-2 yang saya kirimkan kepada Bapak Presiden. Surat pertama telah saya kirimkan pada 6 bulan yang lalu. Yang mana, tembusan suratnya telah saya kirimkan pula kepada Yth Bapak Kapolri, Irwasum Polri, Kabareskrim Polri, dan Kadiv Propam Polri. Dan seperti yang telah saya perkirakan sebelumnya, surat pertama saya tidak ditindaklanjuti oleh semua, baik oleh Mabes Polri maupun oleh Bapak Presiden.

Mengenai penganiayaan terhadap diri saya ini, saya sudah melapor ke Polresta Bogor, Jawa Barat, tapi pelakunya yang sudah dinyatakan tersangka tak kunjung diproses hukumnya dan justru dilepas. Sebaliknya, saya dilapor balik ke Polda Jawa Barat dan dinyatakan sebagai tersangka. Saya tidak melihat adanya keadilan di negeri ini.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Saya bercerita tentang kasus saya. Pada Tanggal 13 Agustus 2013 telah terjadi tindak pidana berlapis terhadap diri saya, yang dilakukan oleh anak-anak pengusaha kaya raya asal Kota Bogor. Tindak pidana yang terjadi terdiri dari pengeroyokan, perampasan barang dan data elektronik, pencemaran nama baik, penghinaan, dan pelecehan.

Bahkan mereka dengan tertawa-tawa memaksa dan melecehkan saya agar mau berselfie bersama mereka sesaat setelah penganiayaan terhadap saya. Saya tidak terima atas perlakuan seperti ini. Pada tanggal 26 September 2013, saya membuat laporan atas tindak pidana pengeroyokan di Polresta Bogor, Jawa Barat.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Karena alat bukti sudah sangat kuat, maka ditetapkanlah dua orang sebagai tersangka, namun tidak pernah dilakukan penahanan terhadap para tersangka. Tidak pula dikenakan wajib lapor terhadap keduanya. Dan penangguhan penahanan diberikan kepada kedua tersangka tanpa ada seorang pun yang berlaku sebagai penjamin.

Setelah berkas perkara berkali-kali bolak balik dari Polresta Bogor ke Kejaksaan Negeri Bogor, akhirnya pada Tanggal 10 Juli 2014, JPU menyatakan berkas perkara atas kasus pengeroyokan ini telah lengkap (P-21).  JPU telah meminta kepada Polresta Bogor agar segera menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada pihak Kejaksaan Negeri Bogor agar perkaranya dapat segera disidangkan.

Tapi aneh,  Sat Reskrim Polresta Bogor tidak dapat menyerahkan para tersangka kepada pihak kejaksaan. Para tersangka dinyatakan telah melarikan diri. Sejatinya, para tersangka ini tidak melarikan diri, tetapi bersandiwara melarikan diri. Mereka berkeliaran di jalan. Tidak ada seorang pun yang berani untuk menangkap para tersangka.

Saya berinisiatif untuk melakukan sendiri pencarian para tersangka. Pada Tanggal 15 Juli 2015 yang lalu, tepat nya pada Pukul 02.00 Wib (dini hari), akhirnya saya menemukan salah seorang tersangka di daerah Bogor Selatan. Si tersangka yang konon kabarnya buron, sedang asyik bermain gapleh di teras rumah kerabatnya.

Saya langsung berkoordinasi dengan Kanit Reskrim yang menangani kasus pengeroyokan ini agar segera melakukan penangkapan dan kita semua langsung berangkat menuju ke tempat si tersangka berada. (Situasi di lokasi sempat saya abadikan dalam bentuk video sebagai bukti dan dokumentasi).

Si tersangka yang menolak ditangkap dan berani bertolak pinggang di hadapan petugas polisi yang tidak dihormatinya, bersikap tidak kooperatif. Bahkan ada upaya dari pihak tersangka untuk menyelesaikan di tempat perihal penangkapan ini. Namun, Kanit Reskrim tidak terpengaruh dengan segala bujuk rayu dan telah menunjukkan integritasnya sebagai seorang penegak hukum. Setelah selama 5 jam ditunggui oleh polisi, akhirnya pada Pukul 07.00 Wib tersangka dibawa ke Polresta Bogor.

Namun kemudian, pada siang harinya, ketika saya melakukan pengecekan ke Polresta Bogor, untuk memastikan si tersangka telah masuk ke dalam sel tahanan, maka didapatilah fakta bahwa si tersangka yang buron, yang sudah dengan susah payah saya cari sendiri, dilepaskan kembali oleh Polresta Bogor.

Sekali lagi saya ulangi, si tersangka yang buron sejak satu tahun yang lalu dan tertangkap pada Tanggal 15 Juli 2015, yang mana berkas perkara atas tindak pidana yang dilakukannya telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh JPU sejak Tanggal 10 Juli 2014, bukannya diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Bogor, namun malah dilepaskan kembali oleh Polresta Bogor.

Pihak Kepolisian telah dengan terang benderang mempertegas keberpihakannya kepada para tersangka. Tidak ada argumentasi hukum apa pun yang dapat membenarkan pelanggaran besar ini. Saya menganggap ini sebagai sebuah penghinaan dan pelecehan yang melampaui batas terhadap diri saya.

Selama saya hidup di republik ini, belum pernah ada satu institusi atau lembaga negara mana pun yang memperlakukan saya sehina ini. Saya rasa bukan hanya saya yang dilecehkan, namun Kanit dan penyidik yang telah bekerja keras dalam menyidik kasus ini pun terlecehkan, susah payah mereka tidak dihargai sama sekali.

Kanit Reskrim dan penyidik yang menangani kasus ini telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Bila ada pihak-pihak yang ingin mengorbankan keduanya, maka saya akan menjadi orang terdepan yang membela mereka.

Peristiwa dilepaskannya kembali tersangka kasus pengeroyokan yang telah tertangkap ini terjadi pada masa kepemimpinan Kapolresta Bogor yang sebelum nya, Akbp Irsan. Kapolresta Bogor yang baru sekarang ini tidak mengetahui apa-apa tentang perkara ini, namun tetap memiliki kewajiban untuk menyelesaikan masalah ini.

Kok, saya tersangka?

Ada hal yang tidak kalah keterlaluannya dari semua hal yang saya ceritakan di atas. Yaitu, saya sebagai pihak yang dizalimi, namun kemudian malah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jabar atas dugaan pencemaran nama baik di media sosial Twitter terkait dokumen elektronik bertemakan mencari keadilan yang saya posting.

Pelapornya adalah si tersangka pelaku pengeroyokan yang saya jelaskan di atas. Hebat, seorang tersangka yang berstatus buron dapat membuat laporan polisi serta mondar mandir ke Polda Jabar untuk memberi keterangan dan tidak ditangkap pula.  Padahal dapat dilihat dari print out bukti-bukti ketika dokumen elektronik saya posting di Twitter, bahwa tidak ada nama baik siapa pun yang saya cemarkan. Yang saya lakukan adalah dalam rangka berjuang dan membela diri saya dari kezaliman penegakan hukum.

Dokumen elektronik tersebut pun saya posting ke akun Twitternya Bapak Presiden Joko Widodo, Bapak Wapres Yusuf Kalla, Bapak Sby, Bapak Kapolri, Bapak Yusril Ihza Mahendra, Akun Twitter Divisi Humas Mabes Polri, Komnasham, Kompolnas, Kontras, YLBHI, LBH Jakarta, Media, dan lain-lain. Adalah hal yang tidak masuk di akal, ada seseorang yang melakukan tindakan pencemaran nama baik di dinding akun Twitternya Presiden, akun Twitternya Divisi Humas Mabes Polri, akun Twitternya Kapolri, Komnas Ham, Kompolnas, dan lain sebagainya. Saya rasa saya belum gila hingga kemudian melakukan itu.

Ini jelas-jelas merupakan kriminalisasi terhadap diri saya. Saya yang berjuang mencari keadilan ditetapkan sebagai tersangka, namun penjahat sesungguhnya yang telah tertangkap tanggal 15 Juli 2015 yang lalu malah dilepaskan kembali. Penegakan hukum macam apa yang seperti ini Pak Presiden? Di mana sesungguhnya hati nurani para penegak hukum berada?

Perkembangan terbaru atas Kasus ITE ini, ketika surat ini dituliskan, Polda Jabar melalui penyidiknya menghubungi saya dan meminta saya untuk datang memberikan keterangan sebagai tersangka di Polda Jabar. Karena berdasarkan keterangan penyidik, Wassidik Polda Jabar menanyakan terus progres atas kasus ini.

Bapak simak baik-baik perlakuan diskriminatif polisi kepada saya. Ketika polisi ingin melakukan penyidikan dan memeriksa saya sebagai tersangka, mereka bersemangat. Di sisi lain, ketika si pelapor kasus ITE yang berstatus buron ini dipanggil berkali-kali oleh penyidik Polda Jabar untuk dimintai keterangan sebagai saksi korban, ia tidak datang memenuhi panggilan penyidik, dan ini tidak menjadi masalah bagi polisi. Di mana keadilannya?

Sebagai pemberitahuan saja kepada Bapak Presiden, selama saya mengurus semua persoalan penegakan hukum yang tidak selesai-selesai ini, Polresta Bogor telah mengalami 3 kali pergantian Kapolres dan 3 kali pergantian Kasat Reskrim. Salah satu alasan mengapa saya kirimkan surat ini kepada Bapak Presiden adalah, karena saya khawatir, kasus pidana ini baru akan selesai di masa kepemimpinan Kapolresta Bogor dan Kasat Reskrim yang ke-1000.

Bapak Presiden Joko Widodo yang saya teladani, pada surat saya yang ke-2 ini, saya memohon kepada Bapak Presiden, agar memberikan perhatian yang lebih serius dan tidak menganggap sepele pada semua hal yang saya sampaikan ini. (Tulisan ini dikirim oleh Hasan Alatas, Bogor)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya