Selamat Jalan Sahabat. Kamar Kami Sepi Tanpamu
VIVA.co.id – Ia menekan gas sekencang mungkin. Laju motor benar-benar membuat saya heran, sebab baru kali ini ia secepat itu. Pengemudi motor ini baru saja mendapatkan telepon dari istri sahabatnya bahwa sahabatnya itu telah pergi untuk selamanya.
Sahabatnya itu bernama Danhy Wansaubun. Ia menghebuskan napas terakhir di RS Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar. Sosok intelektual muda yang akhir-akhir gemar membaca buku di kamar kami.
Si pengemudi itu lalu membakar rokoknya sambil menatap tubuh yang kaku itu. "Kawan, kau ini bagaimana? Kau memintaku untuk menyelesaikan penelitianmu itu. Sudah kuselesaikan semalam, malah kau belum sempat presentasikannya. Rokok yang di tangan ini saja tak senikmat biasanya," ujarnya lirih.
Danhy Wansaubun, di hembusan nafas terakhirnya ia masih menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Maluku (HIPMAL) Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar. Sebelum ajal menjemputnya, ia sempat berpesan pada si pengemudi itu jika ingin sesegera mungkin melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) HIPMAL-UIT.
Sebelum sakit, tawa dan curhatannya menjadi warna di kamar kami. Kadang kami berbicara tentang Indonesia Timur yang jauh dari sentuhan kesadaran. Ya, kesadaran warganya sendiri. Belum lagi, para politikusnya yang malah asyik menyalahkan di pusat. Padahal benar kata si pengemudi itu, jika tak ada yang bisa mengubah kita selain kita sendiri. Lalu, kenapa harus orang lain yang kita salahkan? Bahkan sosok yang sangat pluralis ini mengambil bendera Nahdlatul Ulama yang terpampang di pojok kamar kami, “Apa arti dari aksara Arab ini?” tanyanya kala itu.
Kenangan bersamamu akan kami kenang. Adik, sahabat, saudara Danhy Wansaubun. Semoga keluargamu diberi ketabahan dan kesabaran. Terima kasih Danhy. Kamar ini sunyi tanpamu. Tapi, tenanglah di alam sana. Sebab, kami di sini mengingat setiap kenangan indah yang telah kita lewati bersama. (Tulisan ini dikirim oleh Adira Andriani)