Sudah Perlukah Gundala Hadir dalam Reformasi?

Sumber: Webtoon Gundala The Son of Lightning
Sumber :
  • vstory

VIVA.co.id – Sebenarnya tulisan ini sudah lama ingin saya suratkan. Karena saya pikir tidak mungkin setiap orang mampu membaca sesuatu secara tersirat dari apa yang terjadi beberapa saat ini hingga saya terasa resah. Sebelumnya, orang tua saya dan beberapa orang terdekat saya menyarankan saat menulis sebuah artikel (opini) jangan terlalu tajam. “Awas! Nanti kena tangkap seperti Dandhy Laksono atau Ananda, kena pelanggaran UU ITE atau UU penghinaan atas lambang negara.”

Saya pun merasa hal tersebut irasional. Karena secara KBBI, opini adalah pendapat, pikiran dan atau pendirian. Memang kata opini erat kaitannya dengan kata subjektif. Tapi inilah yang menjadi perlu bahan kritikan kita secara bersama. Perlu saling terbuka (membuka dan dibuka), membuka pemikiran secara objektif atau kata lainnya radikal. Radikal dalam kamus ilmiah populer yang artinya membongkar suatu hal sampai ke akar-akarnya.

Singkat kata, saya bukan selalu tahu sehingga memaksakan opini saya menjadi fakta. Tapi bukan berarti opini saya multi-tafsir. Saya juga yakin aparat berwajib atau Bapak Presiden Jokowi juga orang yang sangat terbuka dan pendengar yang baik bagi semua kritik untuk saling membangun.

Jika kita melihat sejarah, dunia memang sesuatu hal yang penuh dengan konflik entah itu konflik receh dan merusak atau yang membangun. Budha mengatakan, hidup adalah penderitaan. Tapi hal tersebut bukan berarti kita sebagai manusia bertujuan hidup untuk menderita. Sejatinya, manusia hidup untuk sebuah perjuangan. Baik itu berjuang mencapai kesuksesan dunia hingga mencari rida Tuhan.

Tuhan pun dalam menciptakan semesta tentu mengetahui bahwa iblis setelah diciptakan akan berbuat rusak dan durhaka. Tetapi Tuhan bukan berarti langsung memusnahkan iblis sehingga tidak ada yang menghasut manusia untuk berbuat jahat dan kata konflik tidak pernah ada. Namun ya, seperti tadi, tetap ada konflik yang membangun.

Kembali kita melihat sejarah, khususnya Indonesia sendiri. Beberapa kejadian saat ini sebenarnya pernah terjadi. Seperti pengungkapan pendapat sering ditakuti oleh peraturan-peraturan tertentu baik Orla maupun Orba tetapi dengan bungkusan yang berbeda. Apakah zaman Reformasi ini sama? Kita renungkan bersama. Saya berharap bukan hanya hak suara saja yang diinginkan oleh kaum politik praktis, tetapi hak bicara pun dapat tersalurkan.

Kemudian berbicara Orla dan Orba, saya melihat ada pola yang sama dalam setiap menjelang akhir zamannya. Pola ini seperti lingkaran loop yang tidak berujung. Adapun pola dalam akhir zaman Orla dan Orba melewati beberapa tahapan indikator. Pertama, ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika Soekarno mendapatkan ketidak percayaan karena kebijakan-kebijakannya yang bisa dikatakan berujung pada kekacauan. Sedangkan, pada zaman Orba, Soeharto mendapatkan ketidak percayaan karena erat kaitannya dengan tindak KKN.

Kedua, perkembangan politik yang memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian. Bukan hal mudah mengurus 264 juta perut di Indonesia. Dalam sejarah, di zaman Orla Indonesia pernah mengalami hiperinflasi dengan total mencapai 600 persen. Sedangkan pada zaman Orba, tingkat inflasi klimaksnya mencapai di angka 77 persen. Hal ini dikatakan dalam Revrisond Baswir bahwa adanya pengaruh dari Mafia Berkeley.

Komunikasi Politik sebagai Jembatan antara Warga Negara dan Institusi

Ketiga, munculnya Il Principe atau Sang Pangeran. Sosok pangeran di sini merupakan umpama dari buku yang dituliskan Niccolo Machiavelli. Yakni pangeran yang dari rakyat kemudian diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi. Di akhir zaman Orla, Soeharto lahir seolah dialah yang menjadi pangeran dan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi. Sedangkan pada akhir zaman Orba, Amien Rais hadir dan mendapatkan julukan Bapak Reformasi.

Beberapa pertanyaan terakhir dalam tulisan saya ini, apakah zaman Reformasi sedang menghadapi akhirnya? Atau kita sudah sampai di tahap apa? Sepertinya, mungkin kita membutuhkan seorang patriot bangsa seperti Gundala. Wallahu’alam.

Data Statistik Agraria untuk Pelaku Usaha Agrikultur di Era Modernisasi
Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari menyampaikan hasil survei.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Pengamat politik meyakini amicus curiae atau sahabat pengadilan tidak akan memengaruhi putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap perkara sengketa Pilpres 2024.

img_title
VIVA.co.id
21 April 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.