Bukan dari Banyaknya Penghargaan, Ini Cara Cerdas Menilai Kualitas Sekolah

Bukan dari Banyaknya Penghargaan, Ini Cara Cerdas Menilai Kualitas Sekolah
Sumber :

VIVA – Setiap orangtua pasti akan mengalami masa-masa saat harus menentukan sekolah yang terbaik untuk anaknya. Ini menjadi urusan penting, sebab akan menentukan proses pendidikan anak kita ke depan. Saat menentukan sekolah untuk anak, orangtua mesti bijak.

Banyak sekolah merayu dengan sederet prestasi dan penghargaan yang sudah didapatkan. Memang, prestasi dan penghargaan bisa menjadi salah satu gambaran kualitas sekolah. Semakin banyak prestasi, kemungkinan akan semakin berkualitas. Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya benar.

Jika sebuah sekolah favorit punya banyak prestasi, ini wajar saja. Sebab, biasanya sejak dari inputnya, sekolah favorit sudah menggunakan seleksi ketat. Jadi siswa yang diterima sudah merupakan bibit “unggul”, sehingga relatif mudah menjadikan anak tersebut berprestasi dan mengharumkan nama sekolah.  

Menghitung indeks produktivitas

Orangtua jangan silau dengan sederet prestasi dan penghargaan yang didapatkan sebuah sekolah. Pada dasarnya, sekolah yang berkualitas bisa dilihat dari seberapa efektif proses pembelajaran di dalamnya. Di dunia pendidikan, ukuran untuk melihat efektivitas tersebut adalah dengan menghitung indeks produktivitas.

Di buku berjudul Nalar Kritis Pendidikan (2019), Arfan Mu’ammar menjelaskan bagaimana cara menghitung indeks produktivitas sekolah. Ada dua cara, yaitu indeks produktivitas kompleks dan indeks produktivitas parsial. Arfan memberi contoh tentang penghitungan indeks produktivitas parsial, yang didasarkan atas data kemampuan awal masuk sekolah. Misalnya, dari nilai NEM, tes inteligensi (IQ) atau nilai akhir kelulusan seperti UASBN atau UN.

Di buku tersebut dicontohkan misalnya, SMP A menerima tiga orang murid dengan NEM SD-nya masing-masing 40. NEM maksimal SD adalah 50, maka rata-rata indeks masukan adalah 120:150x100=80. Tiga tahun menempuh pendidikan, tiga murid tersebut lulus dari SMP A dengan NEM masing-masing 55. Adapun NEM maksimal SMP adalah 60, maka indeks keluaran adalah 165:180x100=92. Rasio antara keluaran dan masukan (92:80) hasilnya = 1.15. Koefisien ini merupakan indeks produktivitas SMP A di tahun ajaran berjalan.

Contoh lainnya, SMP B menerima tiga murid baru dengan NEM masing-masing 30. Maka rata-rata indeks masukan adalah 90:150x100=60. Tiga tahun kemudian, mereka lulus dengan NEM masing-masing 55. Indeks keluaran yang dihasilkan sama dengan SMP A, yakni 165: 180x100=92. Maka, indeks produktivitasnya (92:60) = 1,53.

Sigi Berduka, Banjir Lumpur Terjang Desa Baka

Berdasarkan perhitungan tersebut, bisa disimpulkan bahwa SMP B lebih produktif dibandingkan SMP A karena indeks produktivitasnya lebih besar. Dan menurut teori produktivitas, itu artinya SMP B lebih berkualitas ketimbang SMP A.  

Kita pun bisa melihat secara logis bahwa mengajar siswa yang kemampuannya relatif rendah jauh lebih sulit ketimbang mengajar siswa yang kemampuannya relatif tinggi. Maka, SMP B yang menerima murid-murid dengan nilai lebih rendah ketimbang murid yang diterima SMP A, namun memiliki indeks produktivitas lebih tinggi. Ini yag membuat SMP B bisa dikatakan lebih berkualitas daripada SMP A. 

Bantuan Makanan dan Perhatian untuk Tenaga Kesehatan di Tengah Pandemi
Ilustrasi Maggot (Courtesy: mongabay.co.id)

Pemanfaatan Maggot Sebagai Pakan Ternak

Maggot BSF mempunyai biomassa protein dan lemak tinggi. Protein yang bersumber dari maggot BSF lebih ekonomis, ramah lingkungan.

img_title
VIVA.co.id
1 November 2021
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.