Keberlangsungan Ketahanan Pangan di Indonesia

Padi komoditas utama Indonesia
Sumber :
  • vstory

VIVA – Indonesia terkenal sebagai negara agraris yang bertumpu pada sektor pertanian sebagai roda perekonomian. Sebagai negara agraris, terdapat berbagai usaha di sektor pertanian yang menjadi mata pencaharian sebagian penduduk Indonesia, seperti pertanian tanaman pangan, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan, budidaya ikan, penangkapan ikan, tanaman kehutanan, dan kehutanan lainnya.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Dari keseluruhan sektor pertanian tersebut, jumlah rumah tangga yang bekerja pada subsektor tanaman pangan adalah yang terbesar dibandingkan lainnya. Yaitu sebanyak 13 juta rumah tangga. Rumah tangga subsektor tanaman pangan adalah rumah tangga yang mengusahakan padi, baik padi sawah maupun padi ladang.

Di dalam mengusahakan padi, rumah tangga tersebut ada yang berstatus sebagai pemilik lahan dan ada juga yang berstatus sebagai buruh tani. Di Indonesia rumah tangga yang memiliki dan menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar disebut sebagai petani gurem.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Pada tahun 2018, jumlah rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar sebanyak 16 juta ruta, di mana sebanyak 9 juta adalah petani gurem yang menguasai lahan sawah. Rumah tangga petani gurem yang mengusahakan subsektor tanaman pangan padi merupakan rumah tangga yang rentan masuk ke dalam klasifikasi rumah tangga miskin.

Hal ini disebabkan rendahnya pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha tersebut. Akibatnya, banyak petani yang beralih menjadi pekerja kasar/buruh di luar sektor pertanian. Bahkan, petani tersebut akan segera menjual lahan sawahnya ketika ada yang menawar karena rendahnya penghasilan yang diperoleh dari usaha tersebut.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Sebagai ilustrasi, rata-rata produksi gabah kering panen (GKP) per hektar sawah adalah 5,2 ton. Rata-rata luas lahan yang dikuasai oleh petani gurem adalah 0,5 hektar. Sehingga besaran produksi GKP yang dihasilkan oleh satu rumah tangga petani gurem dalam sekali panen adalah 2,6 ton.

Pada tingkat petani, harga GKP adalah Rp5.012 per kilogram, sehingga besaran pendapatan petani gurem dalam sekali panen sekitar Rp13 juta. Jika dibagi selama 1 bulan, maka rata-rata penghasilan petani gurem sekitar Rp3,2 juta. Angka tersebut adalah pendapatan maksimal yang dapat diperoleh oleh petani gurem.

Faktanya, rata-rata petani di Indonesia hanya menguasai 700 meter persegi sawah. Sehingga dengan perhitungan yang sama, maka petani tersebut hanya memiliki pendapatan sebesar Rp2,5 juta untuk sekali panen atau sebesar Rp600 ribu per bulan. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan kotor yang masih harus dikurangi untuk membayar pinjaman dan bunga kepada tengkulak, pengeluaran untuk kebutuhan pokok dan lain-lain. Kasus tersebut terjadi juga terhadap 9 juta petani gurem lainnya.

Jika hal ini tidak segera ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin petani-petani di Indonesia akan beralih ke sektor lain. Berkurangnya jumlah petani di Indonesia juga menyebabkan berkurangnya produksi padi yang dihasilkan. Belum lagi, meningkatnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya berdampak terhadap kebutuhan pangan yang lebih besar dan jumlah lahan permukiman yang lebih banyak.

Jika tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi padi sebagai komoditas utama pangan, maka Indonesia ke depannya dikhawatirkan akan terus bergantung terhadap komoditas padi impor. Seiring berjalannya waktu, ketergantungan terhadap impor beras juga memicu tingginya nilai impor, yang sedikit banyak juga memengaruhi defisit neraca perdagangan. Hal tersebut dapat menjadi kontradiksi di tengah gencarnya pemerintah memperbaiki defisit neraca perdagangan.

Lantas, apa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah?

Persoalan ketahanan pangan menjadi tujuan yang harus dicapai oleh setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Tujuan tersebut tercantum di dalam tujuan ke-2 Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik serta mendukung pertanian berkelanjutan.

Di dalam tujuan tersebut, salah satu target yang hendak dicapai pada tahun 2030 adalah memastikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan mengimplementasikan praktik agrikultur yang tahan lama yang mampu menaikkan tingkat produktivitas dan produksi.

Persoalan ketahanan pangan di Indonesia adalah minimnya penggunaan teknologi di dalam mengusahakan pertanian oleh petani dalam meningkatkan produksi lahannya. Rata-rata petani Indonesia masih mengandalkan alam dalam mengusahakan pertaniannya.

Selain tindakan persuasif dengan memberikan insentif kepada petani, pemerintah juga diharapkan terus melakukan inovasi terhadap jenis benih padi yang tidak rentan terhadap serangan hama sehingga menghasilkan padi berkualitas baik.

Hal lain yang dapat diupayakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah memutus rantai distribusi mafia padi dari petani hingga ke konsumen. Banyaknya tengkulak yang memonopoli harga padi dari petani, menjadikan harga padi di petani sangat murah.

Mengoptimalkan koperasi petani untuk menjaga tingkat harga yang wajar pada petani sebelum dijual ke konsumen menjadi salah satu pilihan dalam memutus mata rantai mafia padi dari petani hingga ke tingkat konsumen.

Namun, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah juga diharapkan mengacu kepada pembangunan pertanian berkelanjutan. Pertanian yang menggunakan sumber daya secara terintegrasi. Seperti penggunaan benih dan obat racun hama yang ramah lingkungan, sehingga menciptakan keseimbangan ekosistem.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.