Demokrasi Tergerus oleh Penguasa yang Rakus

Lalu Wira Hariadi (Ketua Bem FP UNRAM)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pemilu sudah di penghujung jalan dan terus menampilkan kejanggalan yang membuat resah dan bimbang terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Campur tangan penguasa yang turut andil dalam kontestasi pemilu tahun ini membuat alur demokrasi menjadi pincang karena terlihat nyata berpihak ke salah satu pasangan calon (Paslon) di Pipres 2024.

Megawati Belum Putuskan soal Usulan Kerja Sama dengan Prabowo

Selain itu, praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan semakin ditampakkan oleh penguasa. Hal ini membuat susasana demokrasi tahun ini sangat menyimpang dari janji demokrasi yang meritokratik dan terbebas dari nepotisme.

Indonesia darurat demokrasi semakin nyata setelah merosotnya sikap kenegarawanan Presiden Jokowi. Dengan naiknya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang memberikan nuansa berbeda pada kontestasi pemilu tahun ini.

Mahfud MD Bicara Pentingnya Jaga Demokrasi agar Terhindar dari Kediktatoran

Berdasarkan putusan MK NO.90/PUU-XXI/2023 yang proses pengambilan putusannya penuh dengan kontrovesial dan penuh intervensi politik dan melanggar etika, sehingga membuat ketua MK Anwar Usman harus diberhentikan dari jabatannya.

Hal ini tentu memberikan tampilan buruk terhadap image demokrasi indonesia yang menjadi sorotan dunia, dan Indonesia satu satunya negara yang memiliki cawapres yang ayahnya masih menjadi presiden aktif.

Amnesty International Sebut Pelanggaran HAM di RI Semakin Buruk, Aparat Paling Banyak Terlibat

Kondisi semakin memburuk semenjak terlihat presiden dengan terang-terangan ikut terlibat secara langsung dalam kontestasi politik tahun ini. Dengan sumber daya negara yang ada dan dengan kekuasaan yang dimiliki dimanfaatkan untuk ikut mendukung salah satu paslon yang seharusnya sebagai kepala negara harus bersikap netral dan mengawal demokrasi dengan JURDIL.

Terlebih lagi baru baru ini pemerintah meluncurkan bantuan langsung tunai (BLT) di tengah-tengah pemilu yang digunakan penguasa sebagai alat untuk dipertukarkan dengan loyalitas elektoral.

Dikarenakan pembagian BLT di tengah Pemilu dapat memberikan efek simpatisan dan dukungan dari penerima manfaat. Hal ini jelas menjadi perhatian dan perbincangan hangat mengingat pemerintah sekarang condong ke salah satu Paslon. Situasi ini sangat disayangkan melihat sikap dari penguasa yang sudah mencemari ruang demokrasi.

Seharusnya Presiden Jokowi selalu memegang teguh prinsip kenegarawanan yang bisa menjadi teladan di akhir kepemimpinannya. Selain itu jangan sampai mengarahkan semua perangkat negara dalam memenangkan kontestasi Pemilu dan menjaga netralitas semua perangkat negara untuk menjaga jalannya demokrasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.