Peran Penting Guru PAI dalam Moderasi Baragama di Era Metaverse dan 4.0

Ilustrasi siswa dan guru.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

VIVA – Sebagai mata pelajaran agama Islam di sekolah umum, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memegang peranan yang sangat krusial. Kemajuan teknologi yang masif telah membuat dunia dalam satu lipatan yang sudah tidak lagi memiliki batas atau sepadan.

Song Joong Ki Berperan Sebagai Karakter Ini di Queen of Tears

Menjadi pengajar generasi "z" dan generasi alpha adalah tantangan besar yang harus diadaptasi dengan baik oleh semua guru PAI. Dua generasi ini lahir dengan kemampuan digital yang canggih serta dibesarkan pada Era gadget yang saat ini sedang memasuki dunia metaverse dan juga era 4.0.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat ini juga bagaikan dua sisi mata uang. Moral peserta didik menjadi taruhannya. Maklum saja, mereka sudah lebih percaya google ketimbang guru di sekolah dalam mencari jawaban terhadap pertanyaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Yang tentu saja hal ini akan fatal jika tanpa pendampingan. Peran guru saat ini lebih dititik beratkan sebagai pengawal moral dan karakter di samping tupoksinya dalam mengajarkan pengetahuan agama Islam.

Perkuat Ukhuwah, KEIND Ingin Berkontribusi Lebih untuk Negara

Saat ini, pendidikan Indonesia seperti juga negara lain telah melakukan migrasi dari tatap muka tradisional ke ruang-ruang virtual atau digital akibat tuntutan pandemik Covid 19.

Di tengah-tengah perkembangan pembelajaran virtual, dunia tiba-tiba dikejutkan dengan satu fenomena yaitu metaverse. Metaverse ini memungkinkan semua kegiatan harian dilakukan secara virtual dan real time  dengan kehadiran manusia di dalamnya dengan menggunakan Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), manusia diwakili oleh  avatar di mana kita bisa berinteraksi langsung dengan siapa saja sehingga seperti di dunia nyata. Memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan objek digital dan berpindah dari satu lingkungan virtual ke lainnya.

Peran Suami Sandra Dewi dalam Kasus Korupsi PT Timah

Di lingkungan ini, pengguna bersosialisasi, beraktivitas apa saja dan bahkan bisa melakukan  ibadah-ibadah virtual di dalam dunia  digital. Semua perusahaan sudah berbondong-bondong membangun perusahaan mereka di dunia metaverse tidak terkecuali dunia pendidikan.

PT WIR Indonesia, adalah perusahaan lokal Indonesia yang mengembangkan metaverse di Indonesia. Beberapa kampus sudah membangun kampus di metaverse seperti Universitas Kristen Indonesia telah menandatangani MOU dengan PT WIR untuk bekerja sama membangun ruang-ruang kuliah di metaverse. Begitu juga Unversitas Telkom yang melaksanakan wisuda dengan memakai teknologi meteverse ini.

Tentu saja, metaverse menyajikan dunia baru yang menggagumkan bagi siapa saja. Namun jangan lupa, seperti teknologi lainnya, dunia baru ini dipenuhi cyber cryme atau kejahatan dunia internet. Tidak hanya organisasi dan perusahaan-perusahaan yang membangun kegiatan di metaverse, namun juga kelompok-kelompok teroris dan juga organisasi terlarang lainnya bisa menyalahgunakan metaverse ini.

Organisasi teroris itu bisa memikat generasi muda dengan lebih gampang lagi. Mereka hanya perlu membungkus ide-ide terorisme dalam balutan teknologi canggih. Tentu saja yang paling menjadi sasaran adalah anak usia sekolah yang pemahaman agamanya masih rendah dengan kemampuan teknologi yang tinggi. Sebagaimana dilansir bahwa organisasi-organisasi teroris telah melakukan pendanaan dengan menggunakan teknologi Bitcoin.

Peran Penting Guru PAI Sebagai Agent of Change Moderasi di Sekolah

Di sinilah peran penting dan krusial guru PAI. Ada 45 juta peserta didik di seluruh Indonesia dari SD hingga SMA yang menjadi tanggung jawab moral guru PAI dengan jumlah guru PAI 182.696 ribu.

Guru PAI harus bisa menguasai teknologi dan inovasi pembelajaran agar bisa mengakses sumber-sumber belajar baru serta selalu berkesinambungan dengan trend-trend pengajaran serta isu-isu terbaru dalam dunia pendidikan.

Guru PAI harus bisa menjembatani dunia mereka dengan dunia generasi Alpha dan generasi " Z" yang saat ini adalah mayoritas  peserta didik. Guru PAI adalah penjaga moral dan karakter peserta didik. Selama  ini mata pelajaran agama selalu dianggap mata pelajaran nomor dua, padahal melihat kemajuan teknologi yang tidak terbendung dengan segala sisi kelam dan buruknya, mata pelajaran ini menjadi mata pelajaran yang paling penting saat ini.

Guru PAI harus bisa mengajarkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya yang penuh perdamaian dan jauh dari sifat-sifat kekerasan. Sejak dini peserta didik harus dikenalkan dengan nilai-nilai islam yang benar sehingga mereka tidak terpikat oleh dogma-dogma kekerasan yang ditawarkan oleh pelaku-pelaku terorisme lewat kecanggihan teknologi atas nama agama.

Guru PAI harus bisa mengajarkan bahwa surga tidak bisa diraih dengan mengorbankan nyawa-nyawa orang yang tidak bersalah dan perilaku terorisme bukan bagian dari ajaran Islam. Hal ini sejalan dengan program prioritas Kemenag saat ini yaitu moderasi beragama.

Moderasi sendiri mengacu kepada defenisi untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau fanatisme buta tanpa dalil dan dasar. Prinsip moderasi beragama adalah sikap atau cara pandang perilaku beragama yang moderat, toleran, menghargai perbedaan, dan selalu mengejawantahkan kemaslahatan bersama. Guru-guru PAI bisa difungsikan sebagai " Agent of Change " di sekolah-sekolah umum.

Sekali lagi, pemahaman bergama yang benar harus ditanamkan sejak dini di jenjang SD,SMP dan SMA. Sehingga kekerasan-kekerasan atas nama agama tidak lagi terjadi di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang multikultural adalah suatu fakta yang harus diterima.

Guru PAI bisa memfungsikan MGMP dan KKG sebagai wadah untuk mengaktifkan dan menjadi ajang tukar pikiran dalam kegiatan moderasi beragama. Ketika mereka mengajar di ruang-ruang kelas, maka konsep-konsep moderasi bisa disertakan dengan baik karena memang moderasi beragama adalah bagian dari  materi yang sangat berkaitan dengan mata pelajaran yang mereka ampu. 

Dengan demikian, peserta didik yang mayoritas generasi " Z" dan generasi alpha tidak akan mudah terprovokasi untuk sekadar ikut-ikutan dalam memuja pemahaman yang keliru yang bisa mereka dapatkan dengan mudah dari internet.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.