Sastrawan Indonesia yang Muncul pada Masa Pendudukan Jepang

Chairil Anwar
Sumber :
  • vstory

VIVA – Sastra Indonesia di masa Jepang berlangsung hanya kurang lebih 3,5 tahun,  waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan suatu kebudayaan.

Akan tetapi, dilihat dari peranan sastra masa itu bagi perkembangan selanjutnya, maka sastra Indonesia di masa Jepang perlu diberi tempat tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia. 

Berikut adalah Sastrawan Indonesia yang muncul pada masa pendudukan Jepang:

Rosihan Anwar

Rosihan lahir pada tanggal 10 Mei 1922 di Bumi Sari Natar, Pantai Barat Sumatera. Rosihan memulai karier jurnalistik sebagai seorang repoter di Asia Raya pada masa pendudukan Jepang di tahun 1943 hingga menjadi pemipin redaksi.

Ia menjadi pemimpin redaksi Siasat dari tahun 1947 hingga tahun 1957 dan Pedoman di tahun 1948 sampai dengan tahun 1961.

Pada masa perjuangan, ia pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Diri, Jakarta.

Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter di  Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961).

Pada masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia  dari tahun 1968 hingga 1974.

Pada tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah ia mendapat anugerah Bintang Mahaputra, koran Pedoman miliknya ditutup. Rosihan Anwar meninggal pada 11 April 2011.

Adapun berikut karya-karya yang telah terbitkan oleh beliau diantara lain :

  1. ·         "Radio Masyarakat" dalam Gema Tanah Air (editor HB Jassin, 1948)
  2. ·         Ke Barat dari Rumah (bersama Mochtar Lubis & S. Tasrif, 1952)
  3. ·         India dari Dekat, 1954
  4. ·         Dapat Panggilan Nabi Ibrahim, 1959
  5. ·         Masalah-Masalah Modernisasi, 1965
  6. ·         Islam dan Anda, 1962
  7. ·         Raja Kecil (novel), 1967
  8. ·         Pergerakan Islam dan Kebangsaan Indonesia, 1971
  9. ·         Ihwal Jurnalistik, 1974
  10. ·         Kisah-kisah zaman Revolusi, 1975
  11. ·         Profil Wartawan Indonesia, 1977
  12. ·         Kisah-kisah Jakarta setelah Proklamasi, 1977
  13. ·         Jakarta menjelang Clash ke-I, 1978
  14. ·         Ajaran dan Sejarah Islam untuk Anda, 1979
  15. ·         Bahasa Jurnalistik dalam Komposisi, 1979
  16. ·         Mengenang Sjahrir (editor, 1980)
  17. ·         Sebelum Prahara: Pergolakan Politik 1961-1965, 1981
  18. ·         Menulis Dalam Air, autobiografi, SH, 1983
  19. ·         Musim Berganti, Grafitipress, 1985
  20. ·         Perkisahan Nusa: Masa 1973-1985, 1986
  21. ·         Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia: Jilid 1-4, 2004-2010

Chairil Anwar

Chairil Anwar adalah salah satu sastrawan yang paling terkenal di Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Belanda Medan, Sumatra Timur.

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan puisinya yang berjudul Nisan pada tahun 1942, saat itu ia berusia 20 tahun.

Hampir semua puisi yang ia tulis merujuk pada kematian, namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.

Teeuw mencatat bahwa hingga tahun 1980 tulisan tentang Chairil jauh lebih banyak daripada penulis Indonesia lainnya. Kebanyakan di antaranya merupakan esai dari para penulis muda.

Sastra: Media Propaganda Penjajah

Karya-karya Chairil telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Tanggal kelahirannya (26 Juni) diperingati sebagai Hari Puisi dan tanggal kematiannya (28 April) diperingati sebagai Hari Sastra (pada era 1950-an).

Walaupun demikian penetapan ini tidak disambut oleh semua penyair Indonesia, dan sebagian kelompok menetapkan Hari Sastra sesuai tanggal lahir penyair lainnya, seperti Abdul Muis, Pramoedya Ananta Toer, maupun HB Jassin.

Menafsir Ulang Masa Awal Sastra Indonesia Modern

Adapun karya-karya beliau yang telah diterbitkan antara lain :

  1. ·         Deru Campur Debu (1949)
  2. ·         Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus (1949)
  3. ·         Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
  4. ·         Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
  5. ·         Derai-derai Cemara (1998)
  6. ·         Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
  7. ·         Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
  8.  
Sastra, Kuasa, dan Raditya Dika

Anas Ma’ruf

Anas Maruf merupakan sastrawan penyair serta jurnalis Indonesia yang lahir pada 27 Oktober 1922 di Bukit Tinggi. Selain sebagai sastrawan yang banyak menulis puisi, Anas Ma'ruf juga dikenal sebagai seorang jurnalis yang berkarier di berbagai media, di antaranya mendirikan Berita Indonesia pada tahun 1945 di Jakarta, sebagai Pemimpin Umum Majalah Nusantara pada tahun 1946, serta anggota redaksi pada beberapa media lainnya sepanjang tahun 1946 sampai 1952.

Dalam berorganisasi, Anas Ma'ruf juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dari tahun 1955 sampai tahun 1957.

Pada tahun 1962, dia bergabung dalam Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), yang berada di-bawah naungan Nahdlatul Ulama. Bersama rekannya, Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, Asrul Sani, Mahbub Djunaidi, serta seniman dan budayawan lainnya, ia ikut mengembangkan seni dan budaya bersama oraganisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.

Anas Ma'ruf yang dijuluki "Administrator Kebudayaan" itu juga menerjemahkan karya-karya dari sastrawan terkenal India, Rabindranath Tagore, seperti Gitanyali, Kabir, Shadana, dan Citra. Beliau meninggal bertepatan dengan hari kemerdekaan yaitu 17 Agustus 1980 di umur 57 tahun.

Adapun karya-karya beliau yang telah dipublikasikan antara lain :

  1. .      Mundur Teratur (1950) dalam Ipphos Report
  2. .      Aku Menunggu (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  3. .      Harta (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  4. .      Pandangmu Tuan (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  5. .      Pinta ‘ku Dinda (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  6. .      Anak Pedati (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  7. .      Kampungku di Senjakala (1942) dalam Majalah Panji Pustaka
  8. .      Kisah Zaman (1943)  dalam majalah Keboedajaan Timoer
  9. .      Zaman Baru (1943)  dalam majalah Keboedajaan Timoer
  10. .  Belas Bertempur (1946)  dalam majalah Pembangunan
  11. .  Hidupku Jalinan Rindu (1946)  dalam majalah Pembangunan
  12. .  Ingin Aku Aman Tenteram (1946)  dalam majalah Pembangunan
  13. .  Jaya Sunyi ‘Kau Coba (1946)  dalam majalah Pembangunan
  14. .  Kepada Pahlawan Sejati (1946)  dalam majalah Pembangunan
  15. .  Aku (1946)  dalam majalah Pembangunan dan Arena
  16. .  Disusup Rindu (1946)  dalam majalah Pembangunan dan Arena
  17. .  Lagu Pendayung (1946)  dalam majalah Pembangunan dan Arena
  18. .  Mengapa Kutulis (1946)  dalam majalah Pembangunan dan Arena
  19. .  Terang Bulan di Kaliurang (1946)  dalam majalah Pembangunan
  20. .  Hijrah (1949)  dalam majalah Arena
  21. .  Menebus Dosa (1949)  dalam majalah Hikmah
  22. .  Pada Pengembara Tak Jemu (1949)  dalam majalah Hikmah
  23. .  Sia-Sia (1950) dalam Majalah Mutiara
  24. .  Amir Khusro (1951) dalam Majalah Nasional
  25. .  Mohammad Iqbal (1951) dalam Majalah Nasional

Bakri Siregar

Bakri Siregar adalah penulis sosialis yang dikenal sebagai sastrawan dan kritikus sastra Indonesia. Dia bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) pada tahun 1952, dan memimpin lembaga tersebut pada tahun 1965.

Siregar lahir di Langsa, Aceh pada 14 Desember 1922. Ia aktif menulis sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1940-an, ini terbukti dengan salah satu karyanya berupa cerita pendek berjudul Tanda Bahagia, yang dimuat dalam surat kabar Raja Asia pada 1 September 1944.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Siregar pergi ke Uni Soviet (kini Rusia) untuk belajar tentang sosialisme. Ia beranggapan bahwa sistem yang diterapkan di Uni Soviet tersebut efisien dan memberi banyak manfaat untuk rakyatnya, sehingga menjadi ideologinya.

Ia juga mengapresiasi penolakan yang dilakukan penulis-penulis Uni Soviet terhadap kosmopolitanisme dan abstraksionisme. Ia menulis banyak drama setelah kembali ke Indonesia, seperti Tugu Putih (1950), Dosa dan Hukuman, dan Gadis Teratai.

Adapun karya-karya beliau yang telah diterbitkan antara lain :

  1. .      Jejak Langkah
  2. .      Saijah dan Adinda
  3. .      Multatuli (1954)
  4. .      Sejarah Sastra Indonesia Modern I (1964)
  5. .      Angkatan-Angkatan dalam Sastra Indonesia (manuskrip).

Amal Hamzah

Amal Hamzah adalah pengarang dan penerjemah karya sastra pada masa Jepang. Ia lahir di Binjai, Langkat, Sumatera Utara, pada tanggal 31 Agustus 1922. Ia meninggal dunia di Duisdorf, Jerman Barat, 30 Juli 1987.

Bacaan yang sangat disenangi oleh Amal Hamzah adalah karangan Rabindranath Tagore. Dia juga membaca keseluruhan karangan Amir Hamzah. Karena pengaruh Rabindranath Tagore dan Amir Hamzah, Amal Hamzah dalam menulis karya sastra cenderung bersifat romantik.

Akan tetapi, ketika Jepang melakukan tekanan-tekanan pada isi kesusastraan, Amal Hamzah mengubah sifat karangannya menjadi karangan materialistis yang kasar, bersifat sinis.

Amal menulis puisi, prosa, drama, dan banyak menerjemahkan karya asing.

Bukunya yang sudah terbit adalah Pembebasan Pertama (1949); Buku dan Penulis (1950); dan Pakistan (1952). Hasil terjemahan adalah Gitanjali (1946, karya Rabindranath Tagore); Bunga Seroja dari Gangga (1949, kumpulan puisi karya Rabindranath Tagore); dan Ankara (1952, karya J.K. Karaosmanoglu).

Sejumlah karyanya dimuat dalam antologi Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948, ed. H.B. Jassin); dan Gema Tanah Air (1948, ed. H.B. Jassin).

Karya dramanya yang dimuat dalam majalah Pembangoenan berjudul "Seniman Pengkhianat" (No.5 Th.1, 1946); dan "Tuan Amin" (No.10 Th.1, 1946).

Prosanya dalam majalah Pandji Poestaka berjudul "Kenangan" (No.11 Th.21, 1943), yang dimuat dalam majalah Pembaroean berjudul "Aku dan Dia" (No.2, 1946), yang dimuat dalam majalah Revue Indonesia berjudul "Mudaku" (No.5 Th.1, 1946), yang dan dimuat dalam majalah Indonesia berjudul "Mujed" (No.2 Th.1, 1949).

Puisinya yang dimuat dalam majalah Pandji Poestaka berjudul "Anakku, Hendak Merantaukah Engkau?" (No.5 Th.21, 1943) dan "Laut" (No.14 Th.21, 1943).

Puisinya yang dimuat dalam majalah Pembangoenan berjudul "Nokturnus", "Tiada Kuasa", "Tiada Mengatasi" (No.3 Th.1, 1946), "Kesombongan", "Melaut Benciku" (No.4 Th.1, 1946), "Bimbang", "Malam Ini", "Pagi" (No.6, 7, 8 Th.1, 1946), "Teringat, Aku Kontra Wanita" (No.16, 17, 18 Th.1, 1946), "Aku Kontra Hidup, Ananke", "Lingkaran Gila" (No.4 Th.2, 1947) "Reni" (No.6 Th.2, 1947), "Diplomasi", "Kepada Belanda, Lereng Curam", "Sembrono" (No.7 Th.2, 1947).

Puisinya dalam majalah Arena berjudul "Jelasku" (No.3 Th.1, 1946, dengan menggunakan nama Lowogandoeng), dimuat dalam majalah Revue Indonesia berjudul "Permintaanku" (No.6 Th.1, 1946) dan "Kelana" (No.7 Th.1, 1946).

Puisinya yang dimuat dalam majalah Pantja Raja berjudul "Musik di Waktu Malam", "Pancaran Hidup", dan "Senyap" (No.17 Th.1, 1946), dan yang dimuat dalam majalah Poedjangga Baroe berjudul "Malikalmaut" (No.9 Th.9, 1948) dan "Jakarta" (No.12 Th.9, 1948).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.