Pentingnya Program Perlindungan Sosial Tepat Sasaran

Sumber gambar: wallpaperbetter
Sumber :
  • vstory

VIVA – Masih teringat dengan jelas, pada tahun 2020 merupakan tahun gejolak yang mana berbagai negara mengalami kondisi perekonomian yang menurun. Saat ini pun Pandemi Covid-19 belum dinyatakan berakhir dan berbagai sektor perekonomian belum semuanya pulih kembali.

Komitmen Ketum Kadin Anindya Bakrie Dukung Wujudkan Swasembada Pangan

Begitu pula dengan perekonomian masyarakat. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa tingkat pengangguran dan kemiskinan pada tahun 2022 telah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021. Namun, masih terjadi peningkatan apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum terjadinya Pandemi Covid-19.

Kondisi perekonomian yang belum stabil, terlebih lagi terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi pada 3 September lalu, seperti harga Pertamax mengalami kenaikan dalam kisaran Rp 14.500 hingga Rp 15.200 per liter. Adapun harga Pertalite mengalami kenaikan dari harga Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter.

20 Negara Berpenghasilan Rendah Masih Terjebak dalam Kemiskinan pada 2050, Bagaimana Nasib Indonesia?

Kenaikan harga BBM menimbulkan kenaikan harga pada berbagai komoditas lainnya. Misalnya kenaikan tarif ojek online, tarif angkot, tarif sewa truk, komoditas bahan pangan dan sebagainya. Dengan demikian, biaya produksi semakin meningkat di berbagai sektor perekonomian sehingga menyebabkan daya beli masyarakat mengalami penurunan.

Di Indonesia, BPS mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Melalui pendekatan tersebut, kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar baik makanan dan non makanan yang diukur dari segi pengeluaran.

Jurus Misbakhun Bimbing Kepala Desa Kelola Dana Desa

Penduduk dikatakan miskin apabila penduduk tersebut memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, terjadinya kenaikan harga di berbagai komoditas dikhawatirkan terjadinya peningkatan inflasi sehingga berimbas terhadap peningkatan kemiskinan di Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah menargetkan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia pada tahun 2024 mencapai nol persen. Melihat terjadinya kenaikan harga BBM dan komoditas lainnya, bukanlah suatu hal yang mudah dalam mewujudkan target tersebut. Namun begitu pula hal tersebut tidak mustahil apabila serius dalam mewujudkannya.

Perlindungan Sosial

Perlindungan sosial dianggap mampu dalam menangani angka kemiskinan. Selain itu, perlindungan sosial dapat mengurangi ketidaksetaraan serta membangun ketahanan rumah tangga dalam menghadapi sesuatu yang tidak terduga yang dapat menyebabkan masyarakat miskin lebih jauh jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

Perlindungan sosial meliputi jaminan sosial dan bantuan sosial. Jaminan sosial merupakan perlindungan dengan skema asuransi. Adapun bantuan sosial meliputi transfer uang, barang, dan jasa dari pemerintah terhadap penduduk miskin tanpa kontribusi iuran.

Saat ini Indonesia telah memiliki Program Perlindungan Sosial yang beraneka ragam. Misalnya seperti Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Bidikmisi Anak Usia Sekolah, Kartu Pra Kerja, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Bantuan Sosial Pangan (BSP), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Pangan (BSP), Program Beras Untuk Keluarga Sejahtera (Rastra), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pelatihan UMKM, dan sebagainya. Namun, dari pelaksanaan program tersebut masih belum optimal pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan akurat, target dan cakupannya masih sangat rendah.

Pada masa Pandemi Covid-19, program perlindungan sosial memiliki peran penting dalam menjaga tingkat konsumsi untuk masyarakat yang memiliki penghasilan rendah. Pada tahun 2020 berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pemerintah telah menganggarkan uang sebesar Rp 203,9 T.   

Meskipun perlindungan sosial dianggap mampu dalam mengatasi angka kemiskinan, namun dalam realitanya masih ditemukan kekurangan-kekurangan dalam penerapannya. Ketidakakuratan data menjadi salah satu permasalahan yang sering terjadi di dalam penyaluran bantuan sosial.

Solusi

Adanya data yang tidak akurat menyebabkan penerima bantuan sosial tidak tepat sasaran. Akibatnya, masyarakat dengan perekonomian yang kaya menerima bantuan sosial sedangan masyarakat miskin tidak menerima bantuan sosial.

Perbaruan data perlu diperlukan dalam mendukung Program Perlindungan Sosial. Dalam mewujudkan satu data program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat tepat sasaran, BPS pada tahun 2022 melaksanakan Pendataan Awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Pelaksanaan Regsosek juga melibatkan instansi dan pihak lainnya.

Tujuan dari pelaksanaan Pendataan Awal Regsosek yaitu menyediakan sistem dan basis data seluruh penduduk yang meliputi profil, kondisi ekonomi, kondisi sosial, tingkat kesejahteraan yang terhubung dengan data induk kependudukan serta basis data lainnya hingga tingkat desa atau kelurahan.

Adapun Regsosek mencakup informasi sosial ekonomi yang meliputi kondisi sosioekonomi demografis, kondisi perumahan dan sanitasi air bersih, kepemilikan aset, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, tingkat kesejahteraan, serta informasi sosial ekonomi lainnya. Selain dalam hal perbaruan data, pendistribusian bantuan sosial juga harus diperbaiki dari tingkat daerah maupun tingkat pusat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya korupsi maupun mencegah terjadinya penerima bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. (Dyah Makutaning Dewi, S.Tr.Stat. (Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.