- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews- Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin menegaskan bahwa keputusan Presiden SBY memberikan grasi kepada terpidana kasus narkoba, Meirika Franola alias Ola, tidak pantas dicela maupun diolok-olok. SBY, katanya, bukan satu-satunya Presiden yang pernah memberikan grasi terpidana narkoba .
"Kalau ada yang menyatakan bahwa grasi terpidana narkoba satu-satunya hanya muncul di era SBY, itu adalah keliru," kata Amir di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 13 November 2012.
Data membuktikan, lanjutnya, banyak terpidana narkoba, bukan hanya dikurangi hukuman tetapi rata-rata dibebaskan. Presiden SBY, katanya, lebih banyak menolak pemberian grasi daripada mengabulkan.
"Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mencoba mengolok-olok atau mencela Presiden, siapapun yang memberikan grasi itu. Karena itu adalah hal yang sakral yang diberikan konstitusi kepada Presiden," ujarnya.
Amir membenarkan bahwa dalam kasus Ola ini MA menolak memberikan rekomendasi. Namun persetujuan grasi itu tetap diberikan atas pertimbangan lain. Pemilik hak prerogratif bukanlan MA, namun ada di tangan presiden. Misalnya untuk kasus Corby, jika MA setuju, namun bisa saja presiden memiliki pendapat lain. "Tidak ada kewajiban Presiden untuk mengikuti apa yang menjadi pendapat MA ataupun pihak-pihak lain yang diminta. Presiden punya pertimbangan sendiri," tegasnya.