Bisnis Media Akan Terus Tumbuh

PT VISI MEDIA ASIA MENGGELAR ACARA IPO UPDATE
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVAnews - Industri media di Indonesia akan terus tumbuh jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya belanja iklan dan konsumsi nasional akan menyokong perkembangan industri media ini.

Presiden Komisaris PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) Anindya Novyan Bakrie mengatakan, belanja iklan dalam beberapa tahun lalu berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, belakangan justru tumbuh di atas 15 persen.

"Konsumsi domestik tinggi, sehingga pengiklan terus ada," kata Anindya dalam pemaparannya terkait IPO Update atau penawaran umum perdana saham VIVA di Jakarta, Senin 24 Oktober 2011.

Pada industri otomotif saja, dia menjelaskan, penjualan sepeda motor nasional lebih dari tujuh juta unit, atau terbesar di ASEAN. Tentunya, penjualan sebesar ini tidak mungkin bisa dilakukan tanpa penetrasi iklan yang bagus.

Faktor lain, Anindya melanjutkan, industri periklanan dilihat dari pertumbuhan ekonomi nasional masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Karena itu, tidak heran bila industri media nasional bisa tumbuh 10 kali lipat dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri lainnya.

"IHSG (indeks harga saham gabungan) tumbuh 56 persen, sedangkan saham perusahaan media rata-rata tumbuh 10 kali lipat," katanya.

Karena itu, VIVA akan fokus pada tiga layanan layar, yaitu layar televisi, layar handphone, dan layar internet. Di industri internet, banyak aksi korporasi dalam beberapa tahun terakhir.

Konsolidasi media, seperti pembelian Koprol oleh Yahoo, pembelian Kaskus, dan masuknya sejumlah investor strategis ke media-media telah membuat pasar semakin dinamis.

Selain itu, strategi pada layar televisi dilakukan karena 34 juta rumah di Indonesia memiliki televisi. Dengan penetrasi pasar hingga 64 persen, tidak mengherankan bila dua per tiga belanja iklan masuk televisi.

Sementara itu, di layar handphone, Anindya mengatakan, Indonesia memiliki 170 juta pengguna telepon seluler. Rata-rata dalam sebulan menghabiskan belanja Rp30 ribu. "Dalam setahun revenue industri ini mencapai Rp80 triliun," ujar Anindya.

Dalam bisnis layanan nilai tambah (VAS) yang selama ini belum tergarap maksimal telah menyumbang tujuh persen dari total Rp80 triliun itu. Bahkan, bisnis nada tunggu panggilan bisa mencapai Rp2 triliun setahun. "Jauh lebih banyak dari penjualan CD," katanya. (art)