Ini Perkembangan Ekonomi Global yang Disorot Pemerintah

Bursa saham di Wall Street, New York.
Sumber :
  • Reuters

VIVAnews - Pemerintah mewaspadai gejala pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Laju pertumbuhan ekonomi yang kian membaik di AS itu berpotensi mendorong Federal Reserve yang merupakan bank sentral di negara itu untuk mempercepat normalisasi kebijakannya terkait program stimulus moneter dan kenaikan tingkat suku bunga.

Menteri Keuangan, M Chatib Basri, Rabu 3 September 2014, menjelaskan gejala pemulihan ekonomi AS itu tampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi hingga hingga semester I-2014 mencapai rekor tertinggi selama krisis yang dialami AS sejak 2008.

"AS pertumbuhan ekonominya mencapai 4,2 persen, ini yang tertinggi," ujar Chatib dalam rapat kerja bersama parlemen dan Bank Indonesia di DPR RI, Jakarta.

Ia melanjutkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar di Negara paman Sam. Kondisi ini semakin membuka peluang bagi The Fed untuk mempercepat mengeluarjan kebijakan pengetatan bahkan penghentian stimulus moneter (tappering).

"Lapangan kerjanya itu sudah lebih dari 200 ribu, bukan tidak mungkin tappering of quantitative easing dipercepat," kata Chatib.

Ancaman gejolak ekonomi akibat kebijakan itu bukan hanya dirasakan tahun ini. Setelah ekonomi pulih dan stimulus moneter dihentikan, The Fed juga berencana memberlakukan kenaikan suku bunga pada tahun 2015.

"Kenaikan tingkat suku  bunga juga kemungkinan dipercepat. Kalau ini terjadi, likuiditas akan lebih ketat," kata Chatib.

Ia menambahkan, pelambatan ekonomi Tiongkok juga perlu mendapat perhatian serius karena dapat berdampak pada postur neraca perdagangan. Pemerintahan baru mendatang diharapkan mampu membuat terobosan terkait subsitusi barang-barang ekspor Indonesia, dari komoditas menjadi barang yang lebih bernilai tambah.

"Penurunan harga komoditas, sperti diketahui struktur ekspor Indonesia yang mayoritas barang komoditas akan terpengaruh, ini yang diperhatikan," kata Chatib.