Puji Ekonomi RI, Ini Saran Ekonom AS

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber :

VIVAnews - Guru Besar Ekonomi dari Stern School of Business, New York University, Amerika Serikat, Prof Dr Nouriel Roubini memuji keberhasilan ketahanan ekonomi Indonesia. Ketua serta pendiri perusahaan konsultan ekonomi terkemuka, Roubini Global Economics (RGE) itu bahkan menilai Indonesia memiliki peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan dukungan konsumsi, investasi, dan ekspor.

"Selamat bagi Indonesia yang dapat bertahan dari krisis ekonomi global yang memang menyebabkan terjadinya ketidakpastian. Hal ini terjadi karena ketidaksiapan yang ada di Eropa dan belahan dunia lainnya," kata Roubini mengawali ceramahnya dengan tema 'Global Economic Challenges and its Impact on Indonesia' di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin, 24 Oktober 2011.

Ekonom yang biasa disebut 'Dr Doom' menjelaskan bahwa saat ini banyak negara berkembang yang telah berubah menjadi emerging market. Dunia mengakui, negara-negara emerging market itu telah menjadi penopang ekonomi dunia yang sedang dilanda ketidakpastian.

Dalam kesempatan tersebut, Roubini yang mengenakan pakaian batik berwarna cokelat dan celana hitam itu menyarankan kepada Indonesia untuk menerapkan sejumlah kebijakan dalam menahan gelombang krisis ekonomi dunia. 

Kebijakan itu adalah pertama, meningkatkan pasar tenaga kerja dalam negeri dan memperbanyak membuka lapangan kerja. Kedua, peningkatan teknologi dan investasi. Terakhir, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.

"Peningkatan teknologi dan inovasi, sehingga tak terbatas pada penggunaan sumber daya alam saja tanpa ada pengolahan. Begitu juga dengan perbaikan infrastruktur dan penggunaan energi terbarukan," ungkapnya.

Dr Doom juga mengatakan, Indonesia dan negara emerging market, bisa mendorong kerja sama dengan mesin-mesin ekonomi baru seperti China dan India. Negara emerging market kini tidak hanya bisa bersandar pada pasar tradisional seperti Uni Eropa, AS, dan Jepang.

"Begitu juga dengan pertumbuhan di Afrika Barat dan Selatan. Itu pasar yang baru. Saat ini, dunia juga melihat terjadinya global shock karena rasio utang yang besar, ini perlu diwaspadai," kata dia.

Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, Roubini mengusulkan sejumlah cara yang bisa ditempuh Indonesia. Dia mencontohkan langkah China yang menggunakan teknik ekspor besar-besaran yang cukup efektif memacu pertumbuhan. 

Namun, dia mengakui, langkah itu juga bisa berdampak pada kondisi keuangan negara seperti pada China yang saat ini mencatat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 50 persen.

Hanya saja, dibandingkan dengan negara-negara seperti India dan Indonesia, yang memiliki tingkat konsumsi mencapai 50-60 persen dari PDB, ketergantungan Indonesia pada kemampuan pasar domestik China hanya 20 persen.

"Kuncinya ialah selain peningkatan konsumsi domestik juga diimbangi ekspor untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Kita lihat pertumbuhan potensial ada di Indonesia dan India serta beberapa negara emerging market lainnya," ungkapnya.

Dalam hal pemenuhan pasar domestik, dia menyarankan Indonesia juga harus mempunyai rantai pemasok yang baik. Hal itu sangat ditentukan oleh dukungan infrastruktur dan pemerintah Indonesia harus bisa melakukan perbaikan.

"Begitu juga dengan investasi domestik, baik dari sektor swasta dan publik, Indonesia punya potensi pertumbuhan yang luar biasa. Tapi, menurut saya, Indonesia bisa meningkatkan lebih jauh dengan konsumsi, investasi, dan ekspor," kata Roubini.

Sejauh ini, dia melanjutkan, Eropa memang mengalami krisis paling parah. Dimulai dari Yunani yang kemungkinan mengalami gagal bayar utang hingga Spanyol dan Portugal yang hampir kehilangan pasar.

Nouriel Roubini merupakan pendiri sekaligus ketua Roubini Global Economics, yaitu badan usaha independen yang melakukan penelitian strategi pasar dan makroekonomi secara global. Situs badan usaha itu adalah roubini.com, yang disebut sebagai salah satu sumber informasi ekonomi terbaik oleh BusinessWeek, Forbes, the Wall Street Journal, dan the Economist. (art)