Rebutan Tanah, Perempuan Ini Diperkosa dan Disiram Air Keras

Ilustrasi air keras
Sumber :
  • www.pixabay.com/TobiasD

VIVA.co.id – Sejak tahun 2008, kasus rebutan tanah antara perempuan ini dengan beberapa rekan laki-lakinya tak selesai. Sejak itu perempuan berusia 35 tahun itu hidup dalam penderitaan.

Tahun 2008, perempuan yang tinggal di wilayah Uttar Pradesh itu diperkosa oleh sekelompok pria. Usai diperkosa, ia juga disiram air keras. Polisi memproses kasusnya, karena perempuan tersebut mengadukan pelaku pada polisi dengan kasus kriminal. Namun pelaku akhirnya dibebaskan karena membayar uang jaminan.

Lalu ia diserang kembali oleh pria yang sama pada tahun 2012 dan 2013. Polisi kembali memproses kasusnya, dan kembali membebaskan pelaku setelah membayar jaminan. Karena serangan yang tak berhenti itu, Kepolisian India akhirnya menjaga perempuan tersebut sepanjang hari. Ia juga memutuskan tinggal di asrama. Sayangnya, polisi tak boleh memasuki asrama perempuan tempat ia tinggal.

Dan dua hari lalu, seperti diberitakan Arab News, 2 Juli 2017, perempuan yang tak disebutkan identitasnya itu kembali disiram air keras oleh pelaku yang sama. "Dia sedang mengisi pompa air saat seorang pria membuka jendela dan menuangkan bahan kimia itu ke tubuhnya," ujar Kepala Polisi Vivek Tripathi, seperti dikutip oleh Arab News.

Perempuan itu kini dirawat di rumah sakit. Ia menderita luka bakar di wajah dan bahunya. Padahal belum lama ini, perempuan tersebut melaporkan ia sempat dicegat oleh pelaku yang sama dan dipaksa menelan air raksa. Pemaksaan itu terjadi saat ia bepergian dengan kereta api bersama anak perempuannya. Kedua pelaku ditangkap, dan dipenjarakan. Namun lagi-lagi berhasil bebas karena memiliki uang jaminan.

Sepanjang 2015, serangan menggunakan air raksa di India terjadi sebanyak 300 kasus. Sejak tahun 2013 publik sudah meminta agar pemerintah India mengesahkan undang-undang yang akan mengatur secara ketat soal peredaran air keras.

Tahun 2013, Pengadilan Tinggi di India sudah melarang penjualan air raksa secara terbuka ke masyarakat, untuk mencegah meluasnya serangan tersebut. Namun aksi penyiraman masih terus terjadi. Biasanya aksi siraman air keras dilakukan sebagai bentuk balas dendam atas permintaan menikah yang ditolak, atau perselisihan tanah dan rumah.