Marawi Belum 100% Bebas ISIS

Logo kelompok militan ISIS.
Sumber :
  • Reuters/Alaa Al-Marjani

VIVA.co.id – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah Filipina masih terus berupaya membebaskan Marawi dari jajahan ISIS. Meski sejumlah upaya telah dijalankan, Marawi belum bebas 100 persen dari ISIS.

"Saya tidak tahu persis nama titiknya apa, tapi ada beberapa titik belum bebas ISIS," ucapnya di sela-sela acara Kemlu Family Fun Day di Pusdiklat Kemlu, Jakarta, Minggu 20 Agustus 2017.

Sebagai bentuk partisipasi Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia, pada tanggal 5 Mei 2017 disepakati perjanjian trilateral antar tiga negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Dalam pertemuan trilateral ketiga negara tersebut, yang berlangsung di Astana Negara Gedung Agung Yogyakarta, dihasilkan empat kesepakatan tentang upaya mengamankan kawasan perairan di perbatasan tiga negara.

"Untuk kerja sama counter terrorism, secara trilateral kita lakukan, karena kemarin itu (pertemuan) adalah untuk merespon Marawi. Tetapi di dalam konteks ASEAN, kita sudah memiliki hubungan atau memiliki kerja sama untuk countering terrorism. Kita memiliki convention and countering terrorism. Nah, pada saat-saat diperlukan, kita perkuat dengan trilateral," ucap Menlu Retno.

Selain patroli bersama, yang pada saat itu sebenarnya untuk merespons terjadinya kejahatan di laut, Menlu menegaskan bahwa perjanjian trilateral ini bisa digunakan sebagai bentuk tanggap aksi terorisme di Marawi.

"Karena sekali lagi, terorisme itu sifatnya cross border. Jadi harus dilakukan kerja sama antar negara, agar kita bisa memberantas terorisme. Selain itu, kerja sama yang menyangkut masalah border (perbatasan), keimigrasian, data intelligent, akan terus kita lakukan," paparnya.

Isi Perjanjian Trilateral

Usai pertemuan tertutup yang dihadiri Menteri Luar Negeri dan Panglima Angkatan Bersenjata dari tiga negara, Menteri Luar Negeri Retno mengatakan, pertemuan ini menghasilkan joint declaration yang berisi empat kesepakatan.

Pertama, kesepakatan melakukan patroli laut bersama yang terkoordinasi. Kedua, memberikan bantuan segera jika ada warga atau kapal yang mengalami kesulitan di perairan itu.

Ketiga, membentuk gugus tugas diantara ketiga negara untuk berbagi informasi intelejen guna menanggapi secara cepat adanya ancaman keamanan dan keempat, menyepakati pembentukan hotline informasi untuk merespons situasi darurat.

Menlu Retno menambahkan, hasil pertemuan trilateral menjadi pesan politik yang penting kepada dunia bahwa ketiga negara serius merespons gangguan keamanan di kawasan itu.

“Pesan politik yang sangat penting bagi kita dan bagi kawasan dan bagi dunia bahwa ketiga negara yang directly affected (terdampak langsung) tantangan keamanan yang terjadi di wilayah tersebut dapat segera melakukan pertemuan dan merespons bersama tantangan-tantangan itu,” kata Retno.