Diproduksi Warga Setempat, Bansos di Kulon Progo Layak Dicontoh

Menteri Sosial Juliari P. Batubara dan jajarannya saat meninjau distribusi bansos di daerah.
Sumber :

VIVA – Menteri Sosial Juliari P Batubara melihat adanya kepuasan dari masyarakat penerima manfaat bantuan sosial, seperti salah satunya di Kulon Progo. Menurut Juliari, penyaluran bantuan sosial di Kulon Progo dapat dicontoh.

Baca Juga: Pemerintah Akan Salurkan Bansos Beras dan Uang Tunai, Ini Rinciannya

Karena untuk di Kulon Progo, masyarakat setempat memproduksi berbagai jenis produk makanan, minuman, kerajinan dan industri kecil rumahan yang mencukupi kebutuhan lokal. Sehingga pengadaan sembako sebagai bantuan sosial, semuanya didapat dari hasil kerja warga setempat.

"Di Kulon Progo semua komoditi seperti Beras, telur, buah, ikan dan sayuran merupakan hasil dari masyarakat Kulon Progo, jadi balik lagi hal ini bisa mensejahterahkan segala golongan" kata Juliari Minggu, 23 Agustus 2020.

Juliari mengatakan, bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah baik itu secara tunai dan sembako diharapkan dapat meringankan masyarakat di tengah kondisi Pandemi COVID-19. Selain itu juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Sementara itu, Dirjen PFM Asep Sasa menilai apa yang ada di Kulon Progo ini sangat luar biasa. Selain mendapat Bansos, ekonomi masyarakat juga dapat digerakkan.

"Suatu model bagaimana sinergi dari berbagai program dilakukan, dan untuk program sembako pengadaannya melibatkan ekonomi masyarakat lokal dan kita berharap ini bisa menjadi prototype yang bisa dikembangkan di banyak tempat," kata Asep Sasa.

Sebelumnya, Kementerian Sosial melalui Direktorat Penanganan Fakir Miskin telah menyalurkan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Wates, Jalan Sutijab, Wates, Kulon Progo dan juga penyaluran Program Sembako di Kantor Keluaran Bojong, Panjatan, Kulon Progo, Yogyakarta.

Untuk BST, nominal kali ini berbeda dari gelombang pertama. Penyaluran Bansos gelombang pertama berjumlah Rp600 ribu yang sudah berjalan tiga bulan, sedangkan saat ini hanya berjumlah Rp300 ribu per bulan karena telah memasuki fase adaptasi kebiasaan baru.