Tes COVID-19 Masih Sedikit, Kasus Positif Diperkirakan Lebih Tinggi

Pakar epidemiologi mengatakan dengan rendahnya tes kemungkinan kasus positif lebih tinggi.-Reuters
Sumber :
  • bbc

Pemerintah disarankan agar melaksanakan pemeriksaan Covid-19 gratis secara lebih luas, mengingat jumlah tes di Indonesia masih sangat sedikit dibandingkan dengan angka penduduk.

Pakar epidemiologi Laura Navika Yamani dari Universitas Airlangga, Surabaya mengatakan, minimnya jumlah tes berarti ada kemungkinan bahwa angka kasus sebenarnya lebih banyak dari yang tercatat.

Di tengah kurangnya jumlah tes yang dilakukan pemerintah - dibatasi terhadap mereka yang dalam penelusuran kontak - sejumlah warga berinisiatif melakukan tes di rumah sakit dengan biaya sendiri.

Hal itu mendorong pemerintah menyusun standardisasi tes PCR, yang sedang dalam pembahasan di Kementerian Kesehatan.

Jumlah kasus di Indonesia sendiri terus meningkat, dengan kenaikan par hari Senin (21/09), mencapai 4.176 - rekor tertinggi selama pandemi - dengan jumlah total sejauh ini mencapai 248.852.

Jumlah tes paling rendah

EPA
Jumlah tes di Indonesia termasuk yang paling rendah dibandingkan jumlah penduduk.

Enam bulan sejak pandemi resmi dimulai, jumlah tes di Indonesia masih terbilang rendah.

Menurut catatan portal data statistik Statista, angka tes Indonesia 10.660 per satu juta orang -- paling rendah di antara 30 negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak, ditambah China.

Hal itu juga diakui pemerintah. Bulan lalu, juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan jumlah tes Covid-19 di Indonesia baru mencapai 35,6?ri standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1:1000 penduduk per minggu.

"Kemudian Indonesia dengan penduduk 260 juta jiwa, kami ingin memastikan mampu mencapai jumlah tes Covid-19 267.700 setiap pekan," ujar Wiku. Ia menambahkan bahwa pemerintah juga berusaha untuk konsisten memenuhi target pemeriksaan 30.000 spesimen per hari.

Sementara positivity rate - persentase hasil positif dibandingkan jumlah pemeriksaan spesimen - nasional sebesar 14,3% - jauh dari standar aman WHO yaitu 5%.

Laura Navika Yamani, pakar epidemiologi dari Unair, mengatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan kapasitas tes seiring meningkatnya kembali pergerakan masyarakat di masa pandemi.

"Yang terjadi sekarang, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diambil sebagai upaya untuk pengendalian kasus karena masyarakat harus mengutamakan sektor ekonomi, jadi harus terus bergerak. Artinya kapasitas pemeriksaan harus terus ditingkatkan," kata Laura.

Lakukan tes mandiri

EPA
Pemeriksaan usap di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh.

Dengan minimnya tes yang dilakukan pemerintah, beberapa warga berinisiatif melaksanakan tes PCR secara mandiri ke rumah sakit.

Salah satunya Binar, 25 tahun, yang mengaku mengeluarkan biaya sebesar Rp1,9 juta untuk tes swab di sebuah rumah sakit di Ciputat, Tangerang Selatan. Ia memutuskan untuk mengambil tes PCR sendiri karena ada beberapa orang di kantornya yang dinyatakan positif Covid-19.

"Dari awal PSBB, saya sudah mulai kerja di kantor. Saya merasa terlalu lama diam di luar dan belum ada gejala sama sekali," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Binar memilih untuk membayar sebanyak itu karena paketnya menjanjikan hasil tes keluar dalam sehari. Ia mengatakan, ada paket yang lebih murah tapi hasilnya keluar lebih lama dan ia tidak yakin dengan kualitasnya.

"Sekarang [paket tes PCR di rumah sakit] yang keluar harganya ada yang sampai Rp750.000, tapi apakah tingkat akurasinya sama dengan harganya yang lebih mahal?"

Selama ini, rumah sakit-rumah sakit rujukan pemerintah menyediakan layanan tes usap secara gratis. Sementara beberapa rumah sakit swasta menawarkan tes tersebut dengan tarif Rp1,7 juta hingga Rp4 juta, tergantung seberapa cepat hasilnya keluar.

Menanggapi fenomena ini, pemerintah mengatakan bahwa mereka tengah menyusun aturan terkait standardisasi pemeriksaan Covid-19 dengan tes PCR. Aturan ini terutama terkait standardisasi harga dan mutu tes.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan, aturan ini dimaksudkan mempermudah masyarakat memperoleh tes swab secara mandiri dengan mudah, murah, dan cepat.

"Kan ini untuk kepentingan bersama, jadi bangsa Indonesia harus berjuang bersama-sama bagaimana semua orang bisa memperoleh tes swab untuk dirinya sendiri atau untuk grupnya," kata Agus kepada BBC News Indonesia.

Sebelumnya dilaporkan bahwa aturan tersebut akan keluar pada hari Senin (21/09), namun Agus mengatakan kepada BBC bahwa ia masih dibahas di Kementerian Kesehatan.

Beberapa rumah sakit telah dituding melakukan "komersialisasi" tes PCR, dengan mematok harga mahal. Namun Asosiasi Rumah Sakit membantah tudingan ini, mengatakan bahwa harga mahal itu dikarenakan pihak rumah sakit harus membeli sendiri alat dan perlengkapan tes serta membayar tenaga kesehatan yang terlibat.

Laura Navika Yamani mengatakan tes mandiri bisa membantu penanganan Covid-19 di daerah karena datanya akan disampaikan juga kepada dinas kesehatan setempat, untuk keperluan contact tracing.

Bagaimanapun, menurutnya pemeriksaan Covid-19 yang gratis perlu menjangkau ke komunitas secara luas. Di beberapa daerah, misalnya Jakarta, pemeriksaan Covid-19 gratis dengan tes PCR hanya diberikan pada orang-orang hasil contact tracing. Bahkan, kurang dari setengah tes PCR Covid-19 di Jakarta dilaksanakan secara gratis.

Menurut Laura, pemerintah juga perlu menyediakan pemeriksaan gratis pada mereka yang tidak terkait dengan contract tracing. "Karena ini kan kepentingannya adalah menemukan kasus sebanyak-banyaknya di komunitas," ujarnya.

Kota Surabaya telah mencoba langkah ini, dengan menggratiskan tes swab di Laboratorium Kesehatan Daerah, meski warga harus memenuhi sejumlah syarat untuk bisa mendapatkan fasilitas ini.