Pengungsi Afghanistan Demo di Kantor Gubernur Sumut, Tuntut Ini ke Edy

Pengungsi Afghanistan aksi di depan kantor Gubernur Sumut.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Putra Nasution

VIVA – Puluhan pengungsi asal Afghanistan melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumatera Utara di Kota Medan, Selasa, 21 September 2021. Ada beberapa tuntutan yang disampaikan mereka.

Salah seorang pengungsi Afghanistan, Muhammad Juma Mohsini menyampaikan tujuan aksi mereka untuk meminta kepastian masa depan. Sebab, ada di antara pengungsi pencari suaka ini sudah 10 tahun di Kota Medan. Namun, belum juga diberangkatkan ke negara ketiga.

"Cuma minta kepada Pak Gubernur dengar suara kami. Duduk sama satu meja kami mau jelaskan apa masalah sudah lama di sini," kata Juma dalam orasinya.

Aksi unjuk rasa ini, Juma mengharapkan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi bisa menyampaikan kendala yang dialami ke pemerintah pusat. Namun, mereka kecewa karena tak bisa bertemu dengan orang nomor satu di Sumut tersebut

Juma mengungkapkan alasan mereka yang kali ini melakukan unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumut. Kata dia, selama ini mereka kerap melakukan unjuk rasa di depan kantor perwakilan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) Kota Medan. 

Namun, Juma mengatakan aksi itu tak mendapat respons dari UNHCR. Mereka juga dilarang UNHCR untuk melakukan unjuk rasa.

"UNHCR sekarang tahu kami lagi demo. UNHCR selalu melarang jangan demo dan mereka tidak mau membagikan apa yang menjadi situasi kami," lanjut Juma.

"Jadi sekarang permintaan kami sama gubernur tolong buat rapat. Tujuan kami mau ketemu dengan gubernur untuk diskusi, negosiasi, bicara tentang situasi kami di Medan," sebut Juma.

Menurut dia, akibat tak jelasnya nasib bertahun-tahun, banyak pengungsi Afghanistan yang depresi dan memilih untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Sedikitnya, ada 14 orang pengungsi Afghanistan yang bunuh diri akibat depresi dengan status tanpa kepastian.

"Banyak teman kami, sudah bunuh diri, kurang lebih 14 orang. Karena stres, depresi, dan kecewa. Sudah lama di sini nggak bisa ketemu keluarganya. Tidak bisa pulang ke negaranya. Apalagi dua bulan belakang ini negera kami sudah di bawah Taliban," tutur Juma.