Di Usia Senja, Pak Ali Tetap Diperlukan

Sumber :

VIVAnews - Rendah hati tapi masih sangat dihormati. Bagi kalangan wartawan muda, Ali Alatas merupakan figur yang sangat menantang untuk didekati karena sulit sekali diminta komentarnya mengenai isu-isu aktual hubungan internasional maupun yang terkait dengan kepentingan politik luar negeri Indonesia.

"Jangan saya deh. Saya sudah tua dan lebih suka menjadi pemerhati. Lebih baik tanya kepada pak Menteri dan yang muda-muda," begitu kata Pak Ali - demikian dia biasa disebut - setiap kali didekati para wartawan usai menghadiri suatu diskusi atau hajatan lain. Kalaupun sudah terdesak oleh todongan alat perekam dan sorotan kamera, sebagai diplomat yang sangat berpengalaman, Pak Ali pun lihai memberikan jawaban-jawaban yang sifatnya normatif. 

Kendati sudah sepuluh tahun pensiun sebagai menteri, diplomat kelahiran Jakarta 4 November 1932 tersebut masih tetap dihormati banyak kolega dan para mantan anak didiknya di Departemen Luar Negeri, termasuk Menteri Hassan Wirajuda. Itulah sebabnya para pejabat Deplu yang tengah mengikuti pertemuan multilateral "Bali Democracy Forum" di Nusa Dua, Bali, pagi ini merasa gelisah mendengar kabar wafatnya Pak Ali.

"Saya masih ikut pertemuan, namun sebenarnya ingin sekali segera kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan kepulangan [jenazah] bapak dari Singapura," kata seorang pejabat eselon dua Deplu yang mengikuti pertemuan Bali Democracy Forum.

Di hari-hari tuanya, saran-saran dan pengalaman berdiplomasi Pak Ali masih dibutuhkan oleh negara. Itulah sebabnya, sejak pensiun sebagai menlu, dia menjadi penasihat bidang luar negeri untuk tiga presiden yang berbeda, mulai Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan Pak Ali beberapa waktu lalu dipilih sebagai anggota Eminent Persons Group ASEAN. Di tim itu almarhum turut memformulasikan kerangka-kerangka dasar Piagam ASEAN - yang merupakan dasar hukum bagi Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara tersebut. 
 
Selain itu, dalam setiap sesi tanya jawab berbagai acara diskusi, Pak Ali tidak pernah mengacungkan tangan. Namun dia selalu mendapat kesempatan pertama untuk bertanya atau menyampaikan pendapat. "Pendapat dan saran Pak Ali selalu kami dengar karena dengan pengalaman diplomasi yang dilakoninya, beliau merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, Hadi Susastro.

Pak Ali dan istri pun rajin mengikuti berbagai resepsi diplomatik yang diselenggarakan kedutaan-kedutaan negara sahabat.

Penampilan Pak Ali yang selalu ceria dan tetap bersemangat bepergian membuat banyak orang tidak mengira bahwa usianya sudah lebih dari kepala tujuh. "Saya nggak tahu apa yang membuat Pak Ali tetap sehat. Dia pun masih diundang ke berbagai forum di luar negeri paling tidak dua kali sebulan," kata Anggie, staf junior Departemen Luar Negeri yang pernah menjadi salah satu asisten Pak Ali sebelum dia melanjutkan studi ke Belanda beberapa waktu lalu.