Moeldoko Sabet Gelar Doktor Honoris Causa dari Unnes

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Unnes
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Nasional - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dapat gelar doktor kehormatan Honoris Causa bidang Manajemen Strategi Sumber Daya Manusia (SDM). Gelar itu diperoleh Moeldoko dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman menjelaskan penganugerahan gelar tersebut untuk memberikan apresiasi terkait pemikiran, karya, dan kompetensinya yang berperan untuk kemajuan negara.

“Unnes sungguh merasa bangga dan terhormat karena Moeldoko berkenan menerima gelar tersebut meskipun beliau sejatinya telah memiliki gelar doktor reguler dari UI," kata Fathur, dalam keterangannya, Minggu, 23 Oktober 2022.

Fathur mengatakan, tantangan perguruan tinggi saat ini makin besar karena dihadapkan perubahan dunia yang begitu cepat. Apalagi kini juga ada tantangan kenormalan baru pasca-pandemi Covid-19. 

Maka itu, menurut dia, perguruan tinggi perlu melibatkan masyarakat yang punya kompetensi luar biasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu mekanisme pelibatan itu melalui penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada tokoh yang memiliki kompetensi di bidangnya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Unnes

Photo :
  • Istimewa

Pun, dia menyebut Moeldoko juga punya pengalaman sebagai prajurit yang sudah habiskan puluhan tahun membela dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurutnya, untuk syarat penganugerakan doktor honoris causa juga ketat.

Dia menekankan salah satu kriteria tersebut dengan mencakup kuantitatif-objektif dan kriteria kualitatif-subjektif. Selain itu, penganugerahan gelar doktor kehormatan ini juga lewat proses panjang yang diawali dengan usulan program studi S3 yang terakreditasi A.

Dia mengatakan usulan tersebut kemudian dikaji tim panel yang terdiri dari para ahli di bidang. Selanjutnya, hasil kajian Tim Panel tersebut kemudian didalami kembali oleh tim promotor yang terdiri dari para pakar yang sesuai dengan bidangnya. 

"Hasil kajian yang dilakukan tim promotor inilah yang kemudian disampaikan ke senat universitas sebelum kemudian ditetapkan rektor," jelas Fathur.

Lebih lanjut, Fathur menambahkan Moeldoko dianggap sebagai sosok yang berhasil merumuskan dan mengaplikasikan konsep pengembangan SDM. Hal itu dinilai saat Moeldoko menjabat Kepala Staf TNI AD (KSAD), Panglima TNI, dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan.

Fathur mencontohkan saat KSAD, Moeldoko melakukan terobosan mengatasi kecilnya rasio personel TNI dengan beban pelaksanaan area tugas. Dia mengatakan demikian karena beban tugas anggota TNI baik terhadap luas wilayah maupun jumlah jiwa warga negara jauh lebih besar dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. 

"Rasio berdasarkan wilayah yaitu 1 banding 5,79 kilometer dan rasio berdasarkan jiwa adalah 1 banding 722 jiwa merupakan tantangan yang besar. Moeldoko berhasil siasati tantangan tersebut melalui pengembangan kapasitas prajurit," jelas Fathur.

VIVA Militer: Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko

Photo :
  • Instagram/@dr_moeldoko

Kemudian, saat jadi Panglima TNI, Moeldoko berhasil melakukan restrukturisasi SDM dengan meningkatkan disiplin, profesionalisme, dan kesejahteraan prajurit. Dia bilang saat itu dengan reformasi internal ala Moeldoko membuat TNI jadi lembaga yang paling dipercaya publik. Begitu juga dalam pengembangan SDM saat bertugas sebagai Kepala Staf Presiden

"Komitmen beliau (Moeldoko, red) dalam bidang pengembangan sumber daya manusia berhasil dirumuskan dalam konsep 3M yaitu move, motivate, dan make different sebagaimana tergambar dalam buku terbaru beliau," tuturnya. 

Sementara, Moeldoko dalam orasinya mengatakan bangsa Indonesia mesti menyiapkan karakter kepemimpinan nasional yang tangguh. Dengan demikian, bisa sanggup menghadapi tantangan nasional dan global dalam menyongsong Indonesia Emas tahun 2045.

“Indonesia itu lengkap, punya sumber kekayaan yang melimpah, punya teknologi yang terus berkembang, juga punya banyak manusia. Kita harus bisa mengelolanya dengan baik dan melompat menjadi bangsa yang lebih maju dan besar,” tuturnya.

Moeldoko menambahkan, seorang pemimpin mesti berani lakukan perubahan dengan bersenjatakan tiga hal. Pertama, kemampuan menumbuhkan sense of urgency, kesadaran akan bahaya yang menanti dan mempertahankan kondisi yang ada.

Kedua, kemampuan memperlihatkan visi yang jelas kepada anggota organisasi. Dia bilang, perubahan besar skala organisasi hampir mustahil dilakukan kecuali melibatkan sebagian besar anggotanya. Ketiga, kemauan menjadi teladan (role mode) di dalam perubahan.