FAO Ajak Warga Manfaatkan Sisa Produksi Sidat yang Bergizi

Kapal nelayan/Ilustrasi.
Sumber :
  • Antara/ Henky Mohari

VIVA Nasional – Indonesia merupakan salah satu pengekspor sidat ke Jepang. Namun konsumsinya di dalam negeri masih sangat terbatas.

Mengambil momentum perayaan Hari Ikan Nasional dan Hari Pangan Sedunia, proyek IFish yang merupakan proyek kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Food and Agriculture Organization (FAO), dan Global Environment Facility (GEF) bersama Pemda Kabupaten Cilacap memperkenalkan hasil sampingan produksi sidat bakar sebagai alternatif nutrisi dan pemasukan. 

Teti Rohatiningsih, istri dari Bupati Cilacap, mengapresiasi kegiatan tersebut. “Pelatihan pengolahan hasil sampingan produksi sidat bakar bisa memberikan semangat pada perempuan menghadirkan menu sidat sekaligus mendukung kegiatan gemar ikan," ujarnya dalam siaran pers FAO, Jumat, 4 November 2011.

Ibu-ibu pemenang lomba masak kreasi olahan sidat, di Cilacap, Jawa Tengah.

Photo :
  • FAO

Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 1 dan 2 November 2022 di Kaliwungu dan Bulaksari tersebut mengusung slogan “Tidak Ada Sidat yang Terbuang”. Kegiatan itu dihadiri oleh perempuan yang sebagian besar merupakan para ibu, pegiat posyandu, pelaku budidaya sidat, dan anak-anak usia sekolah. 

Saat ini,  di Kabupaten Cilacap yang menyuplai sidat untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor, menu olahan sidat masih jarang ditemui di restoran. Salah satu faktor yang menjadi kendala adalah harga. Hal ini dikarenakan ikan sidat merupakan ikan komoditas ekspor dan juga beberapa jenis sidat (Anguilla sp) memiliki status perlindungan terbatas hingga penangkapannya harus sesuai dengan aturan yang ada. 

Menyikapi keterbatasan ini, proyek IFish bersama mitra dan pegiat kuliner mengembangkan sejumlah resep bercita rasa lokal dari hasil sampingan produksi sidat bakar di Kampung Sidat Kaliwungu. Hasil sampingan sidat tersebut berupa hati, tulang, daging perut, kepala, dan sirip sidat. 

Nelayan bergotong royong menata jaring ikan seusai melaut. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aji Styawan

Produk sampingan ini bukan sampah, karena di Jepang sendiri hidangan tersebut sangat digemari. Beberapa restoran Jepang kelas atas di Indonesia juga telah menjual menu sate hati dan kerupuk tulang sidat. Tapi umumnya hasil sampingan memang masih belum dimanfaatkan dan dibuang oleh para pembudidaya.

“Tahapan setelah pendampingan praktik perikanan sidat secara berkelanjutan, adalah mengajak masyarakat, terutama perempuan, di sekitar Kampung Sidat Kaliwungu untuk mengolah hasil sampingan produksi sidat bakar," ujar Muhammad Yusuf dari proyek IFish. 

Dia menambahkan, “Kami berharap pemanfaatan hasil sampingan ini bisa membuat nutrisi sidat lebih terjangkau dan dapat dijadikan pemasukan alternatif bagi para perempuan."

Dalam kegiatan itu, Arifien Windarman, pegiat kuliner, juga berbagi resep mengolah hasil sampingan sidat dengan mudah dan memakai bahan dasar yang sederhana. "Konsep ini juga selaras dengan upaya mempromosikan prinsip memasak bebas limbah (zero waste cooking) kepada masyarakat setempat, dimana seluruh bagian tubuh sidat dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai sumber nutrisi yang tinggi,” ujarnya.

Menurut laporan FAO, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah pangan terbesar di dunia. Setiap tahun, sebanyak 1,3 juta ton pangan hilang (food loss) dan pangan terbuang (food waste) pada rantai pangan di Indonesia. Bila dirata-ratakan, tiap orang di Indonesia menghasilkan sampah pangan sebesar 115-184 kg per tahun.