Cara Unik Aktivis Tolak Kebiri untuk Pelaku Kekerasan Seks

Erni Guntarti, saat aksi mendukung pengesahan RUU Kekerasan Seksual.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Sodiq

VIVA.co.id – Maraknya tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menyebabkan puluhan aktivis dari berbagai elemen di Solo menggelar aksi menuntut pengesahan RUU penghapusan kekerasan seksual. Meski demikian, mereka menolak hukuman serta hukuman mati bagi para pelaku kejahatan seksual kepada perempuan dan anak.

Aksi tuntutan untuk pengesahan RUU penghapusan di digelar di kawasan Ngarsopuro, Solo, Minggu, 15 Mei 2016. Aksi tersebut diikuti dari aliansi masyarakat dan mahasiswa seperti dari Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Talitakum, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Muhammadiyah Surakarta, Forum Paralegal Solo Raya serta Komunitas Masyarakat Peduli Perempuan dan Anak Solo Raya.
 
Dalam aksinya, mereka membawa berbagai alat rumah tangga seperti piring, ember, panci, wajan, sendok, garpu dan lainnya untuk dipukul secara ramai-ramai. Pemukulan peralatan rumah tangga tersebut sebagai bentuk genderang  melawan bahaya darurat kekerasan seksual kepada perempuan dan anak-anak.
 
"Dengan memukul alat-alat rumah tangga ini, kita menyatakan melawan kekerasan seksual. Untuk itu, kami menuntut RUU penghapusan kekerasan seksual sekarang juga. Ayo kita lawan," kata koordinator aksi, Endang Listiani di Solo, Minggu 15 Mei 2016.
 
Kemudian, dia mengungkapkan, masyarakat Indonesia terutama korban kekerasan seksual membutuhkan payung hukum yang mampu mengintegrasikan semua kebutuhan pencegahan hingga pemulihan korban. "Seperti halnya pemenuhan kebutuhan dan hak korban kekerasan seksual dengan penanganan kasus yang komprehensif," ujarnya.

Endang mengatakan, kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM ayang meninggalkan dampak seumur hidup bagi korbannya. Seperti meninggalkan dampak fisik, psikologis, ekonomi, sosial, kerusakan organ seksual dan reproduksi hingga kematian. "Kekerasan seksual menjadi bencana besar bagi masa depan bangsa Indonesia," kata dia yang juga Direktur SPEK-HAM.

Meski menentang keras, namun gabungan aktivitas itu tidak setuju dengan penerapan hukuman kebiri dan hukuman mati pagi pelaku kejahatan seksual. Menurutnya, hukuman tersebut bukan solusi untuk menghentikan kekerasan seksual.

 "Kami menolak hukuman kebiri dan hukuman mati. Bangun sistem penghukuman yang manusiawi, menyelesaikan akar persoalan dan rehabilitasi bagi pelaku anak," katanya.