Eksploitasi Buruh Indonesia Jadi Penyakit Lain Piala Dunia

Logo ajang Piala Dunia FIFA 2018 di Rusia
Sumber :
  • REUTERS/Sergei Karpukhin

VIVA – Masalah sosial yang menyelimuti perhelatan Piala Dunia 2018 tak cuma berasal dari lingkup pekerja di kawasan Rusia. Namun, para pekerja dari Asia juga merasakan dampaknya.

Buruh pabrik Adidas dan Nike, yang jadi apparel terbesar dalam menyuplai berbagai macam produk ke para peserta, mendapatkan perlakuan kurang pantas.

Upah, jaminan kesehatan, dan tunjangan lainnya, dianggap tak sesuai dengan beban dan jam kerja mereka. Data dari Clean Clothes Campaign (CCC), Adidas dan Nike mengupah para buruh Asia dengan gaji yang berada di bawah standar.

"Nilai produksi dari sepatu Adidas dan Nike, yang diperuntukkan ke para buruh, cuma meningkat kurang dari 30 persen. Ini sedikit ketimbang yang terjadi pada awal 1990-an," begitu pernyataan CCC dilansir Reuters.

"Dua apparel tersebut lebih memilih menghabiskan banyak uang untuk pemain ketimbang pekerja yang sudah menjahit baju dan sepatu," lanjut mereka.

Jelang Piala Dunia 2018, Adidas dan Nike memang memusatkan proses produksi dalam berbagai produknya di tiga kawasan Asia, termasuk Indonesia. Dua negara lain adalah Kamboja dan Vietnam.

Buruh garmen pada tiga negara tersebut, rata-rata mendapat upah 45 hingga 65 persen di bawah biaya kehidupan standar yang dibutuhkan.

Di sisi lain, salah satu juru bicara Nike menjelaskan, pihaknya terus berupaya untuk menemukan sistem baru agar tercapai keadilan upah bagi para buruh.

Sementara itu, pihak Adidas mengklaim sebenarnya tak ada masalah terkait upah buruh. Sebab, dijelaskan sang juru bicara, Adidas telah bekerja dengan pemerintah Indonesia untuk memenuhi upah minimum yang berlaku.