4 Hukum Nikah Menurut Mazhab Syafi'i

Pernikahan Putri Tanjung
Sumber :
  • Instagram @putri_tanjung

VIVA – Memiliki pasangan dan menikah tentunya menjadi impian bagi setiap orang di dunia, khususnya bagi pemeluk agama Islam, menikah menjadi syarat yang dianjurkan oleh agama untuk mencapai kesempurnaan dalam tahapan ibadah.

Lalu tahukah kamu hukum menikah dalam Islam? Sebelum melanjutkan pembahasan, ada baiknya kita memahami kata ‘nikah’ itu sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nikah memiliki arti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Adapun definisi nikah menurut ulama fiqih dari empat mazhab yang dijadikan panutan dalam Islam, memiliki kesamaan dalam inti pesannya, berikut VIVA telah merangkum dari berbagai sumber informasinya:

Mazhab Syafi'i: Nikah adalah akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan lafaz nikah, tazwij atau lafaz yang memiliki makna sepadan

Mazhab Hanafi: Nikah adalah akad yang berarti mendapatkan hak milik untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang tidak ada halangan untuk dinikahi secara syari.

Mazhab Maliki: Nikah adalah sebuah akad yang menghalalkan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan mahram, bukan majusi, bukan budak, dan ahli kitab, dengan sighah.

Mazhab Hambali: Nikah adalah akad perkawinan atau akad yang diakui di dalamnya lafaz nikah, tazwij dan lafaz yang punya makna sepadan.

Diketahui mayoritas umat islam di Indonesia mematok mazhab Syafi'i sebagai rujukan, maka penjelasan yang akan kita bahas sekarang akan merajuk dari pendapat imam berdarah Quraisy ini.

Sebagaimana dilansir laman NU Online, Said Musthafa Al-Khin dan Musthafa al-Bugha, dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Syafi’i (Juz IV, hlm. 17) menjelaskan:

“Nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang secara kasuistik.” Sebagai informasi, menurut KBBI, kasuistik adalah sebab-sebab atau kasus-kasus (kondisi).

Hukum Nikah

Merujuk pada keterangan diatas, secara syariat hukum nikah berbeda-beda sesuai dengan kasus tiap-tiap pasangan yang akan menikah. Kembali kepada mazhab Syafi'i berikut hukum nikah yang perlu kamu ketahui:

1. Sunah

Nikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, hukum nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah dalam hadis:

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Menikah itu termasuk dari sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya (nafsu).” (HR Ibnu Majah)

2. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam Islam.

3. Mubah

Nikah dapat dianjurkan atau disunnahkan (Mubah) untuk tidak dilakukan. Hukum tersebut berlaku bagi orang yang ingin menikah, namun tidak memiliki kelebihan harta untuk biaya menikah sekaligus menafkahi istri. Dalam kondisi seperti ini, orang tersebut sebaiknya mencari nafkah, beribadah dan berpuasa sambil berdoa Allah SWT segera mencukupi kemampuannya untuk menikah.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat (An-Nur ayat 33), yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian dirinya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunianya.”

Dalam surat lain Allah telah menjamin bagi hambanya yang melaksanakan ibadah nikah ini, Allah akan menjamin rezeki mereka sesuai yang tertulis di Al Quran yang artinya “Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha mengetahui,” (QS An-Nur ayat 32)

Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda: “Carilah rezeki dengan menikah.” (HR Ad-Dailami).

4. Makruh

Hukum makruh berlaku bagi orang yang memang tidak memiliki keinginan untuk menikah, karena faktor perwatakannya ataupun penyakit yang ia derita. Atau di kasus lain orang itu juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Jadi, apabila dipaksakan menikah dikhawatirkan tidak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam pernikahan.