Perempuan dan Anak Paling Rentan Alami Kekerasan dalam Tiap Bencana

Kondisi pengungsi korban gempa bumi di Lombok, NTB.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Gempa yang berkali-kali menimpa Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada beberapa waktu lalu mengakibatkan 555 orang meninggal. Dalam keterangan terbarunya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menyebut, hingga saat ini 390.529 orang masih mengungsi akibat gempa Lombok.

Selain dampak secara fisik dan korban jiwa, pengungsi perempuan dan juga anak, khususnya anak perempuan, adalah kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan berbasis gender dalam tiap peristiwa bencana.

Ini diungkapkan oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Nyimas Aliah.

"Ada relasi kuasa di pengungsian yang dalam kondisi sulit, memiliki ketergantungan sangat tinggi. Misalnya perempuan dengan petugas yang memberikan bantuan," ucap Nyimas dalam Media Talk Kementerian PPPA RI bertajuk ‘Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana’, di Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018.

Meski ia menyebut kekerasan berbasis gender juga bisa terjadi pada laki-laki, namun dalam kenyataannya, kelompok perempuan dan anak lah yang paling rentan.

Ia kembali memberi contoh bahwa tidak jarang anak yang diperdaya dengan alasan adopsi, namun justru melakukan pelecehan terhadap anak tersebut.

Selain itu, kondisi toilet yang sulit dan tidak aman, serta kondisi pengungsian yang masih bercampur antara laki-laki dan perempuan membuat risiko kekerasan berbasis gender mungkin terjadi.

"Makanya kami mendorong agar menyediakan toilet yang aman yang dekat pengungsian, tenda pengungsian yang lebih diatur, dan dikelompokkan berdasarkan keluarga," kata dia.