Awas Gelembung Bisnis Digital

Cermati Gandeng Bukalapak Luncurkan Fitur Pengajuan Kartu Kredit Online
Sumber :
  • Cermati.com

VIVA – Wajah serius diperlihatkan Achmad Zaky di rumah makan Garden Grill et Cetera, Cilandak, Jakarta Selatan. Saat itu, pendiri Bukalapak ini tengah melakukan pertemuan dengan sejumlah media massa nasional.

Sambil menatap satu per satu tamu yang hadir, Achmad Zaky membuka pembicaraan dan mengumumkan dirinya mundur sebagai chief executive officer (CEO) Bukalapak. Sesekali sambil menyilangkan kaki, pria berusia 33 tahun itu menceritakan alasan pengunduran dirinya.

Founder Bukalapak Achmad Zaky

Dalam suasana hening kala itu, Zaky panggilan akrabnya menceritakan perjalanan Bukalapak dari sejak berdiri hingga saat ini. Sesekali terdengar ada pertanyaan bagaimana ke depannya dan apa langkah selanjutnya saat tak menjadi CEO Bukalapak.

Mundurnya Zaky menjadi rentetan peristiwa kurang mengenakan yang dialami salah satu unicorn dari Indonesia pada tahun ini. Sebab, pada September 2019, Bukalapak juga telah melakukan sejumlah langkah efisiensi.

Saat itu, satu dari empat unicorn Indonesia tersebut melakukan pengurangan karyawan dan menutup sejumlah kantornya di dua kota besar yaitu Medan dan Surabaya. Langkah tersebut diakui untuk mengurangi beban yang ditanggung perusahaan.

Head of Corporate Communications Bukalapak, Intan Wibisono, yang ditanyai perihal efisiensi membenarkan hal itu. Dia mengklaim, langkah itu adalah cara Bukalapak mengadaptasikan diri dengan dinamisnya perubahan di industri e-commerce.

Tujuan tak lain adalah untuk menjadikan Bukalapak, sebagai e-commerce unicorn pertama Indonesia yang berhasil balik modal atau Break Even Point (BEP). Bahkan, mendapatkan keuntungan dalam waktu dekat.

Selain itu, Intan menuturkan, pada skala perusahaan yang sudah sebesar Bukalapak, tentunya manajemen perlu menata diri dan mulai beroperasi layaknya perusahaan yang sudah dewasa, atau bisa disebut sebagai a grown up company.

Untuk itu, penting bagi Bukalapak memiliki path to profitability yang jelas, dengan pertumbuhan yang konstan serta rasional, demi memastikan keberlangsungan pertumbuhan perusahaan secara jangka panjang.

Kemudian, lanjut Intan, beberapa lini produk yang tidak sesuai dengan fokus bisnis dan rencana strategis jangka panjang, seperti smart retail, BukaReview, Internet of Things, perlu dialihkan sumber dayanya ke produk-produk lainnya.

Namun, dengan sejumlah langkah tersebut, Bukalapak dikatakan merugi, Intan membantahnya. Sebab, Bukalapak membukukan peningkatan laba kotor semester I-2019 tiga kali lipat dibandingkan periode sama pada 2018.

Tak sampai di situ, Bukalapak juga mengklaim sudah berhasil mengurangi 50 persen kerugian dari pendapatannya sebelum pajak atau EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation and amortization) dari delapan bulan terakhir.
 
Lalu, kinerja Bukalapak juga tercatat terus meningkat. Pada program Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas yang bernama promo kalap 12.12 telah mencatat peningkatan transaksi sebesar 60 persen dari periode yang sama tahun lalu dan peningkatan pendapatan hampir dua kali lipat.

"Pada 12 Desember 2019 transaksi meningkat 30 persen dibandingkan tahun lalu, ini rekor transaksi per hari tertinggi sepanjang masa di Bukalapak," ujar Intan. 

"Ini adalah bukti masyarakat Indonesia masih antusias dalam bertransaksi online sekaligus menjadi tanda Bukalapak masih mendapat tempat di hati para konsumen Indonesia," tuturnya.

Booth Bukalapak

Langkah yang dilakukan Bukalapak tersebut, ternyata mirip dengan apa yang dilakukan perusahaan startup WeWork dengan bisnis utama berbagi ruang kerja. WeWork mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) 4.000 karyawannya akibat kerugian yang dideritanya.

Mengutip New York Times, kerugian yang diderita perusahaan yang menyandang predikat decacorn dengan nilai valuasi lebih dari US$10 miliar itu mencapai US$1,25 miliar.

Perusahaan itu harus menelan kenyataan pahit karena nilai valuasi perusahaan terjun bebas. Valuasi WeWork semula mencapai US$50 miliar menjadi hanya kurang dari US$5 miliar.

Kemudian, Softbank Group, raksasa investasi dari Jepang, investor utama dari WeWork dan Uber pun menyatakan diri merugi hingga Rp100 triliun, akibat anjloknya nilai valuasi Uber dan WeWork.

Selain menderita kerugian mencapai US$5 miliar, Uber sang pionir taksi online berpredikat hectocorn itu pun mengalami nilai valuasi anjlok menjadi kurang dari US$50 miliar pada kuartal II-2019.

Menanggapi hal itu, Intan pun memastikan Bukalapak tidak menjadikan valuasi sebagai tujuan utama bisnis. Sebab, strategi bisnis tetap mengacu pada misi awal perusahaan yaitu memajukan perekonomian Indonesia melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Ke depannya, Bukalapak akan mengedepankan manajemen talenta, penguatan modal, dan tata kelola perusahaan untuk dapat menjadi perusahaan yang lebih baik dan memberikan manfaat yang semakin luas bagi masyarakat," ujarnya.

Gonjang-ganjing Startup RI