Ironi KPI

Rapat KPI
Sumber :
  • Instagram/@kpipusat

VIVA – Pengukuhan Komisi Penyiaran Indonesia periode 2019-2022 berlangsung pada 5 Agustus 2019. Langsung tancap gas, tak sampai berganti hari KPI periode baru ini membuat 'terobosan'. Lembaga penyiaran ini ingin mengawasi media baru bersiaran seperti YouTube, Facebook TV sampai Netflix. 

Ketua KPI Agung Suprio, seusai pengukuhan, langsung melempar keinginan institusinya untuk mengawasi platform digital tersebut. Agung mengungkapkan KPI masuk ke YouTube dan sejenisnya ibarat tak ada asap tanpa api. KPI sudah banyak menerima keluhan dan protes dari konten negatif yang muncul di platform media baru bersiaran. 

Selain banjir aduan, selama ini tak ada pengawas konten spesifik untuk YouTube sampai Netflix. Apalagi, konten media baru yang makin banyak dikonsumsi warganet makin masuk kategori ranah penyiaran. 

Angin bersambut. KPI pun menggodok arah untuk bisa mengawasi konten YouTube sampai Netflix. 

Mengingat banyak aduan yang masuk, KPI khawatir, jati diri masyarakat Indonesia bisa terkikis dengan nilai negatif yang mungkin muncul pada media baru bersiaran.

"Media baru bersiaran ini merupakan agen sosialisasi yang dapat mengubah karakter bangsa. Oleh karena itu kami ingin media baru bersiaran ini diawasi oleh KPI," ujarnya.

Lembaga independen yang berdiri pada 2002 itu sadar, bidang media baru bersiaran ini belum tercakup dalam regulasi pengawasan penyiaran yang selama ini menjadi payung hukum bergeraknya KPI. 

Agung mengatakan, KPI sadar betul perlu landasan hukum untuk masuk ke YouTube dan sejenisnya tersebut. Makanya, KPI makin serius untuk mengupayakan revisi UU Penyiaran yang sudah ada di parlemen dan revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). 

"Kami pro aktif akan berdiskusi dengan pakar hukum untuk menafsirkan agar UU bisa menjangkau media baru," kata Agung.

Terobosan KPI itu menuai reaksi agresif dari warganet penikmat konten media tersebut, terutama YouTuber dan pelaku konten kreatif. Salah satu yang bereaksi yaitu YouTuber Alitt Susanto. Dia mengaku kecewa betul dengan keinginan KPI tersebut. Tak cuma kecewa, Alitt juga trauma bakal muncul lagi tindakan semena-mena blokir platform, seperti kasus Vimeo beberapa tahun lalu. Alitt juga terbayang nantinya KPI bakal menyunat kebebasan berekspresi dengan kewenangannya.

"Kalau Netflix dan Youtube mau difilter juga sama KPI, aku kecewa. Saya hanya khawatir, KPI akan menyunat kebebasan berekspresi secara seni hanya dengan alasan moral, hanya dengan alasan melindungi anak-anak dari tontonan vulgar," ujar Alitt kepada VIVA.co.id, Kamis 8 Agustus 2019. 

Alitt mengatakan platform seperti YouTube maupun Netflix, sudah memiliki filter yang mana membatasi dan menyediakan khusus konten bagi anak-anak, yakni YouTube for Kids dan Netflix untuk saluran anak-anak.

Pembatasan dalam platform itu, menurut YouTuber tersebut, sudah lebih dari cukup menutup kekhawatiran KPI. Lagian, kata dia, kalau orang tua benar-benar berperan mengawasi akses konten tanpa perlu KPI masuk ke YouTube sampai Netflix. Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif, Hari Santoso Sungkari, mengatakan seharusnya yang diedukasi adalah orangtua dari pengguna.

Suara protes meluncur dari warganet dalam rupa petisi daring di Change.org, yang menolak KPI awasi YouTube, Facebook sampai Netflix. Ribuan orang telah menandatanganinya sampai Jumat pekan lalu. 

Sedangkan dari kalangan pemerhati konten KPI tak bisa masuk ke YouTube karena platform digital itu bukan wilayah kerja lembaga tersebut. Koordinator Divisi Penelitian Remotivi, Muhamad Heychael mengatakan tak masuk akal dengan rencana KPI itu. Jelas alasannya, UU Penyiaran hanya memberi mandat KPI untuk mengawasi konten penyiaran. Dia juga heran upaya menafsirkan ulang lingkup penyiaran.