VIVAnews - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun depan diprediksi akan mengalami penguatan yang cukup signifikan. Rupiah bakal menguat ke level 9.800/US$.
Namun penyebab penguatan itu bukan karena 'kinerja' rupiah, tapi karena faktor dolar yang diperkirakan bakal mengalami pelemahan.
"Jadi faktor penyebabnya bukan karena rupiahnya yang kuat, tapi karena dolarnya yang melemah akibat pemerintah AS yang harus membeli toxin asset (aset-aset bermasalah)," kata Ketua Lembaga Penelitian Ekonomi dan Manajemen Universitas Indonesia Chatib Basri dalam diskusi mengenai Prospek Ekonomi dan Tantangan Industri Perbankan di Tahun 2010 di Yogyakarta, akhir pekan ini.
Untuk gross domestic product (GDP), Chatib memperkirakan akan berada di kisaran 5-5,5 persen, inflasi 6,7 persen, dan suku bunga SBI tiga bulan antara 7-8 persen.
Dibandingkan negara-negara lain yang terpuruk di saat krisis, Chatib menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang akan jauh melambat. Faktor utama perlambatan ini karena sebetulnya ekonomi Indonesia tidak benar-benar terintegrasi dengan ekonomi global. Ekspor Indonesia masih mengandalkan komoditi yang pangsanya masih kecil.
Sehingga saat negara lain mengalami pemulihan dari krisis global dan membuat ekonominya melejit, Indonesia tidak terkena imbasnya. Sama seperti saat krisis terjadi, Indonesia tidak terlalu kena imbas sehingga masih bisa tumbuh positif. Faktor lainnya di Indonesia, pertumbuhan masih ditopang sektor konsumsi, bukan investasi seperti di negara-negara lain.
Memang kalau dilihat perkembangan investasi tiga bulanan di tahun 2009 sudah ada perubahan, di mana terjadi peningkatan di sektor transportasi dan bangunan. Namun ekonomi Indonesia belum bisa dikatakan rebound karena impor belum meningkat signifikan. Tak hanya itu impor belum menyentuh transaksi pembelian mesin, tapi masih pada bahan baku sehingga ecces produksi masih kecil.
"Makanya saya yakin BI tak akan lebih jauh lagi menurunkan suku bunga karena meski permintaan mulai membaik, tapi investasi belum ada," kata dia.
Chatib lebih jauh menjelaskan untuk satu persen GDP gross dibutuhkan peningkatan investasi sekitar empat persen. Kalau target pertumbuhan ekonomi pemerintah di sampai 2014 tujuh persen, maka dibutuhkan investasi 28-30 persen atau sekitar Rp 3.000 triliun dengan catatan GDP gross sebesar Rp 10.000 triliun. Sementara saat ini rasionya baru 25 persen dari GDP gross Rp 5.000 atau sekitar Rp 1.250 triliun.
"Bisa nggak kita mendapatkan investasi Rp 500 triliun per tahun. Kalau pemerintah membuat kebijakan tanpa ada direct invesment maka sulit memenuhi Rp 3.000," katanya.
Untuk mencapai pertumbuhan tujuh persen, ia menyarankan perubahan kebijakan infrastruktur. "Domestik saja juga tidak cukup, harus dibuka (investasi) dari luar," kata dia.
Baca Juga :
Pole Position Pertama bersama Gresini, Marc Marquez Mantap Incar Podium MotoGP Spanyol 2024
VIVA.co.id
28 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
Janda di Lampung Ditipu Dukun Palsu Rp81 Juta Rupiah, Modus Disuruh Mandi Kembang Lalu Direkam
Lampung
14 menit lalu
Seorang janda di Bandar Lampung berinisial HW, menjadi korban penipuan dan pemerasan oleh dukun palsu dengan kerugian mencapai Rp81 juta. Sang dukun, modusnya dengan cara
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan potongan video yang memperlihatkan seorang pria, disebut Panglima Kijang Dayak, diamuk Pangeran Kutai Kartanegara. Berikut ulasan
Perusahaan media MNC Group sebagai pemegang hak tunggal eksklusif lisensi media rights dan official broadcaster dari Piala Asia 2024, tak henti-hentinya menegaskan terkai
Ratusan Kades Kumpul Bahas Public Hearing Revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
Banten
28 menit lalu
Sebanyak 700 kepala desa se'Banten kumpul di Marbella Hotel, Anyer, selama dua hari, Jumat-Sabtu,26-27 April 2024. Mereka terdiri dari delapan organisasi desa.
Selengkapnya
Isu Terkini