Selain Komoditas Ekonomi, Rumah Harus Jadi Produk Layanan Sosial

Pameran Properti.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – The HUD Institute mengusulkan perlunya pemisahan yang tegas, terkait kebijakan rumah sebagai produk komoditas ekonomi dan rumah sebagai produk layanan sosial.

Tukang Becak Bakal Dapat Rumah Gratis dari Pemerintah, Sarana-Prasarananya Lengkap

Wakil Ketua Umum II Bidang Urban Development The HUD Institute, Yayat Supriatna menekankan, rumah sebagai layanan sosial seharusnya tidak hanya berorientasi bagi kepentingan bisnis, atau semata-mata hanya bertujuan untuk mencari keuntungan.

"Jadi, bagaimana mengubah citra rumah dari barang komoditas ekonomi, menjadi rumah sebagai produk layanan sosial," kata Yayat di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 14 Januari 2020.

Viral Penampakan Rumah Unik Anti Maling, Dari Luar Gubuk Kayu tapi Dalamnya Mewah Bak Hotel

"Jika rumah selalu dipandang sebagai produk ekonomi, maka rumah akan sulit dimiliki bagi mereka yang kemampuan ekonominya terbatas," ujarnya.

Yayat menilai, jika perumahan hanya menjadi komoditas ekonomi, hal itu akan semakin memperpanjang rantai pasok bagi mereka yang tidak mampu memiliki rumah.

Berprofesi Sebagai Juru Parkir, Ini Kisah Triyono yang Kini Punya Rumah Layak Huni

Namun, jika dipandang sebagai produk layanan sosial, rumah akan menjadi tanggung jawab negara dalam hal pengadaan bagi masyarakat yang tidak mampu.

Yayat menilai, rakyat sebenarnya mampu menyiapkan rumahnya sendiri, tanpa negara harus hadir di dalamnya. Namun, kebutuhan rumah yang bagaimana yang sebenarnya dibutuhkan untuk rakyat, yang dinilai cukup mandiri untuk membuat rumahnya sendiri tersebut.

“Penyiapan lahan matang yang siap dibangun menjadi rumah, dapat dikatakan bahwa orang itu memiliki atau menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Karena, menuju wujud rumah itu hanya masalah proses waktu dan biaya," ujar Yayat.

Dia pun menekankan, perlunya pendataan warga yang sudah memiliki tanah matang tapi tidak memiliki modal untuk membangun rumah, perlu didata dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Hal itu harus dinilai sebagai potensi bagi warga yang dapat memiliki rumah, walaupun saat ini belum memiliki atau menghuni rumah.

"Sehingga, kesan backlog (kekurangan rumah) yang tinggi bisa diurai lagi bahwa ada potensi kemampuan memiliki rumah, tetapi belum tersentuh kebijakan. Maka, inilah yang menjadi bagian dari perumahan rakyat sebagai sistem kesejahteraan sosial," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya