Pemerintah Terbitkan Surat Utang 'Samurai Bond' Rp1,34 Triliun

Gedung Kementerian Keuangan.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVAnews.com

VIVA – Pemerintah kembali menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi Yen Jepang atau disebut Samurai Bonds. Nilainya sebesar JPY100 miliar atau setara Rp1,34 triliun kurs Rp134,8 per Yen Jepang.

Pandemi COVID-19 Sebabkan Penurunan Angka Harapan Hidup hingga 9 Bulan

Samurai Bond tersebut diterbitkan dengan lima seri yaitu RIJPY0723, RIJPY0725, RIJPY0727, RIJPY0730 dan RIJPY0740. Masing-masing bertenor 3, 5, 7, 10 dan 20 tahun dengan tingkat kupon masing-masing sebesar 1,13 persen, 1,35 persen, 1,48 persen, 1,59 persen, dan 1,80 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menjelaskan, penerbitan dalam mata uang Yen Jepang tersebut dilakukan pemerintah untuk memanfaatkan kondisi di pasar keuangan yang masih sangat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

Outlook Humas Pemerintah 2024: Isu Kesehatan Paling Banyak Dibahas di Media

Baca juga: Erick Thohir Klaim Temukan 53 Kasus Korupsi di BUMN

Itu dilakukan meskipun dari sisi realisasi belanja negara, khususnya untuk menangani pandemi wabah virus corona (Covid-19) hingga saat ini masih terbilang kecil, bahkan hingga membuat Presiden Joko Widodo tampak marah beberapa waktu lalu.

Fadil Jaidi Beberkan Perjuangan Melunasi Utang Keluarga, Tak Tega Lihat Ibunya Menangis

"Pemerintah ini dalam konteks sekarang harus selalu oportunistik, pasar lagi bagus jadi pertimbangan sekarang, tapi di sisi lain kita juga harus melihat perkembangan kebutuhan kita sampai akhir tahun seperti apa," kata dia hari ini, Jumat, 3 Juli 2020.

Dana yang diterima Pemerintah dari penerbitan Samurai Bond, pada 2 Juli 2020 ini memang akan digunakan sebagai pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk untuk upaya penanggulangan dan pemulihan pandemi Covid-19.

Meski begitu, Febrio memastikan, hingga saat ini pada dasarnya anggaran pemerintah masih sangat cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan belanja negara demi mendorong ekonomi Indonesia di tengah masa pandemi. 

"Saat ini bisa dilihat likuiditas di pemerintah masih sangat ample (cukup), tapi dalam beberapa bulan ke depan ini akan banyak digunakan sehingga cash manajemen dari bulan ke bulan pemerintah akan mulai terlihat banyak dalam beberapa bulan ke depan," tegas dia.

Masih baiknya kondisi anggaran itu, dia menambahkan juga tergambar dari adanya keinginan pemerintah dan Bank Indonesia untuk berbagi beban biaya bunga utang untuk tangani Covid-19, yang menurutnya akan mengurangi tekanan bebang APBN. Tapu, ditegaskannya kebutuhan pembiayaan untuk mengelola anggaran juga masih harus terus dilakukan.

"Dalam konteks burden sharing dengan BI akan mengurangi pressure bagi pemerintah. Tapi memang Kementerian Keuangan tidak serta merta akan menambah utang valas, semua itu dipertimbangkan dalam konteks risk mangement dan opportunity yang ada," ucap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya