Pemerkosa Bocah

"Keluarga Korban Ingin si Codet Dihukum Mati"

Sketsa penculik anak di Bali
Sumber :
  • Peni Widarti/VIVAnews

VIVAnews -- M Davis Suharto alias Dicky Saputra alias Codet, yang memerkosa belasan bocah di Bali dan Batam diganjar hukuman berat.  Majelis hakim yang dipimpin Amzer Simanjuntak menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, sepertiga lebih berat dari tuntutan jaksa yang 15 tahun pidana.

Banyak Berkutat di Zona Degradasi, Arema FC Bersyukur Lolos dari Lubang Jarum

Hakim berdalil, Codet pantas dihukum berat. Tindakannya dinilai keji dan tak berperi kemanusiaan. Apa yang ia lakukan meninggalkan trauma mendalam pada para korban. Laku biadabnya juga membuat cemas para orang tua.

Menanggapi vonis Codet, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Bali mengaku puas. Meski pun, "dari awal, harapan para orang tua korban adalah hukuman mati atau seumur hidup," kata Wakil Ketua KPAI Daerah Bali, Ni Luh Putu Anggraeni saat dihubungi VIVAnews, Rabu 24 November 2010 malam.

Jadi Apparel 4 Klub Liga 1, Jenama Lokal Ini Ingin Gebrak Internasional

Bagi Putu Anggraeni, yang melegakan adalah kasus Codet disidangkan dengan UU Perlindungan Anak. "Jadi kami tetap puas dengan keputusan hakim," tambah dia.

Anggraeni mengatakan, saat jaksa menuntut 15 tahun penjara, pihaknya berharap hakim mempunyai hati nurani. Caranya, dengan menambahkan sepertiga dari tuntutan jaksa.

22.974 Peserta Mengikuti UTBK-SNBT 2024 di Unimed

“Dan ternyata hakim memiliki hati nurani dengan menggenapkan hukumannya menjadi 20 tahun. Ini pantaslah dia terima. Putusan hakim ini kami bilang merupakan sebuah hadiah di hari Internasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang jatuh pada 25 November 2010,” ujarnya.

Codet  ditangkap pada 16 Mei 2010 oleh tim buser Polsek Kuta, di Jalan Pantai Kuta, usai penyebaran sketsa fotonya dari hasil keterangan para korban yang rata-rata berumur 9-12 tahun.

Dengan modus bujuk rayu, Codet menjemput korban sepulang sekolah. Sebelum melakukan perbuatan bejat itu, dia menggiring para korbannya ke tempat sepi.

Laporan : Peni Widarti | Bali

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya