- Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Rencana pemerintah memberlakukan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai April mendatang, khususnya jenis Premium, dinilai tidak akan memberikan dampak positif bagi rakyat, bahkan sebaliknya.
"Sebab, jika dipaksakan akan mendatangkan kerugian besar bagi rakyat seperti kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Pengamat Perminyakan, Kurtubi saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Rabu, 26 Januari 2011.
Dia menambahkan, dengan mendorong rakyat membeli BBM non-subsidi seperti Pertamax, yang dijual mengikuti harga pasar minyak dunia dan kini sedang melambung mahal, akan meningkatkan biaya hidup rakyat, biaya operasional industri, dan mendorong penyalahgunaan pembelian Premium oleh kalangan yang tidak berhak.
Bahkan, Kurtubi berpendapat bahwa kebijakan memasrahkan harga BBM kepada pasar itu berpotensi melangar konstitusi. Dia menjelaskan bahwa Pasal 28 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 telah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2004. "Pasal yang menyatakan bahwa harga BBM diserahkan pada pasar sudah dicabut MK, karena dinilai melanggar konstitusi," ujarnya.
Untuk itu, menurut Kurtubi, sebaiknya kebijakan pembatasan BBM jenis Premium pada April mendatang, dibatalkan pelaksanaannya. Begitu pula dengan rencana pembatasan solar di bulan Juli setelahnya. "Kenapa pemerintah tidak memilih menaikkan harga premium secara bertahap? Itu lebih baik," kata dia.
Menurut Kurtubi, rencana pemerintah tersebut belum menimbulkan gejolak karena banyak warga masyarakat yang belum paham pokok masalahnya.
Namun, ia khawatir jika masyarakat menyadari mereka harus membeli Pertamax yang pada April nanti diprediksi bisa mencapai Rp9.500, gejolak bisa tak terhindarkan. (kd)