Dirut Baru Merpati Belum Berikan Harapan

VIVAnews - Forum Pegawai Merpati Airlines (FPM) menilai upaya penghematan dan penyehatan perusahaan selama enam bulan kepemimpinan Direktur Utama (Dirut) baru Merpati Nusantara Airlines (MNA) Bambang Bhakti belum membawa hasil. Persoalan lama berupa krisis finansial masih tetap terjadi.

"Per 1 September 2008, kantor pusat seharusnya sudah pindah ke Makasar. Kenyataannya sampai kini hal itu belum terealisasi, padahal pengurangan karyawan telah dilakukan," ujar Ketua Harian FPM Achmad Iriansyah di kantor Merpati, Kemayoran, Jakarta, Selasa, 7 April 2009.

Menurut Iriansyah, evaluasi jajaran direksi Merpati tersebut dilakukan untuk periode 8 Agustus 2008 hingga 8 Februari 2009. Rentang waktu enam bulan tersebut dimulai ketika Dirut baru Merpati terpilih.

Dia menuturkan, dari program yang diusung direksi baru, terdapat sejumlah isu utama yang menjadi unsur penilaian dari FPM. Pertama, masalah program pengurangan pegawai (SP3) yang ditargetkan 1.309 orang, tapi hingga kini baru tercapai sekitar 1.200 orang dan 17 pegawai dipaksa untuk berhenti bekerja.

Pengurangan pegawai tersebut, kata Iriansyah, dilakukan di antaranya karena alasan Merpati akan memindahkan kantor pusat ke Makasar. "Ironisnya, direksi merekrut pegawai baru sekitar 400 orang untuk posisi penerbang, cabin, dan pegawai darat melalui perusahaan outsourcing," ujarnya.

Sementara itu, pegawai yang mengikuti program P3 sukarela telah menerima kompensasi gaji sebesar 43 kali gaji. "Mereka umumnya memilih berhenti dengan alasan kantor pusat yang berpindah lokasi," tutur Iriansyah.

Indikator penilaian kedua, yaitu manajemen hingga saat ini belum merealisasikan rencana menempati kantor baru yang semula ditargetkan pada awal Oktober 2008 yang kemudian direvisi menjadi awal Desember 2008. Padahal, perusahaan telah menghabiskan biaya sekitar Rp 7 miliar untuk men-setup kantor baru bekas Angkasa Pura I di Makasar.

Penilaian terakhir, menyangkut dana talangan sebesar Rp 300 miliar yang semula dianggap penyertaan modal negara (PMN) ternyata berbentuk pinjaman murni dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Artinya, beban utang perusahaan makin meningkat karena adanya pengembalian pokok ditambah bunga.

"Penggunaan dana dari PPA untuk membiayai PHK dan pemindahan kantor pusat sangat tidak tepat. Seharusnya, perusahaan mengalokasikan dana untuk menambah alat produksi sehingga pengurangan pegawai bisa dilakukan bertahap," ujar dia.

FPM mencatat, beban utang Merpati hingga Juni 2008 mencapai Rp 2,3 triliun. Jumlah tersebut bertambah dengan masuknya pinjaman dari PPA sebesar Rp 300 miliar.

Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal FPM I Wayan Suarna menilai, restrukturisasi Merpati kental dengan upaya pengkerdilan, karena faktanya perusahaan dipersulit dalam pengadaan pesawat dan wilayah penerbangan diperkecil hanya melayani rute wilayah timur Indonesia.

Dewas Dipersilahkan Proses Etik Nurul Ghufron Kata Pimpinan KPK
Ruangan sekolah hampir rubuh

Dana Otsus Papua Dioptimalkan untuk Pembangunan Fisik Pendidikan dan SDM

Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat Abdul Fatah jelaskan dana otsus meliputi bantuan tugas belajar mahasiswa dan siswa. Dan juga bantuan untuk menunjang kebutuhan sekolah

img_title
VIVA.co.id
30 April 2024