Emma Watson Mengaku Sebagai Seorang Feminis

Women Goodwill Ambassador PBB Emma Watson
Sumber :
  • REUTERS/Andres Stapff
KKB Berulah Lagi, Bunuh Warga Sipil di Intan Jaya Papua Tengah
VIVAlife
- Emma Watson bukan lagi artis cilik seperti saat pertama kalinya ia dikenal publik luas lewat perannya di film
Wuling Cloud EV Masuk, Ini Daftar Harga Mobil Listrik di Indonesia per Mei 2024
Harry Potter an The Sorcerer's Stone
. Belum lama ini, Watson telah mengungkapkan pengalamannya dalam hal seksisme.
Respons Ketua KPU Usai Disanksi DKPP Gegara Kebocoran Data Pemilih


Hal itu ia ungkapkan dalam sebuah pidato di New York, tepatnya di Kedutaan Besar Inggris untuk Amerika Serikat. Pidato tersebut ia berikan selaku kedudukannya saat ini sebagai Women Goodwill Ambassador PBB. Kala itu, ia bercerita mengenai pengalamannya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri akan diskriminasi. Ia juga mengatakan bahwa ia telah menjadi seorang feminis sejak usia muda.

"Saat saya berusia delapan tahun, saya bingung saat disebut 'tukang mengatur' karena saya ingin mengatur pertunjukkan untuk orangtua bersama saudara laki-laki saya. Mereka sama sekali tidak seperti saya," kisahnya merujuk pada kampanye kesetaraan gender bertajuk HeForShe seperti dilansir laman Female First.

"Saat berusia 14 tahun, saya mulai mengerti akan seksualitas karena beberapa elemen media. Usia 15 tahun, teman-teman perempuan saya mulai keluar dari tim olahraga mereka karena mereka tidak mau bentuk tubuh mereka terlihat berotot, saat berusia 18 tahun teman-teman lelaki saya tidak dapat mengekspresikan perasaan mereka. Saya kemudian memilih untuk menjadi seorang feminis," lanjutnya.

Ia juga percaya bahwa saat ini persepsi feminisme telah berubah. Menurutnya mereka yang mengaku sebagai seorang feminis diberi label oleh masyarakat sebagai seseorang yang "anti pria" dan "agresif".

"Penelitian yang saya lakukan belakangan ini telah menunjukkan pada diri saya bahwa feminisme telah menjadi kata yang tidak populer. Wanita memilih untuk tidak dikenal sebagai seorang feminis," ujarnya.

Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa ia termasuk wanita yang dianggap memiliki ekspresi yang terlalu keras, terlalu agresif, menyendiri, anti pria dan bahkan tidak menarik.

"Hal-hal itu melekat pada diri saya sejak enam bulan lalu. Semakin banyak saya berbicara mengenai feminisme, semakin banyak saya menyadari bahwa berjuang untuk hak-hak wanita telah begitu sering dianggap sama dengan membenci pria," kata dia.

Menurutnya, baik pria dan wanita seharusnya sama-sama dapat merasa bebas untuk menjadi pribadi yang mereka inginkan. Pria dan wanita harus sama-sama memiliki kebebasan untuk menjadi pribadi yang kuat.

"Jika kita sama-sama berhenti untuk saling melabeli dan mulai memberi label pada diri sendiri, kita akan bisa lebih bebas dan kampanye HeForShe adalah mengenai hal ini. Mengenai kebebasan," ucapnya. (ms)
Workshop Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)

Angka Kecelakaan RI Tinggi, AAUI Sebut Masyarakat Wajib Punya Third Party Liability Insurance

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai third party liability insurance atau asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga wajib dimiliki seluruh pengendara di RI.

img_title
VIVA.co.id
16 Mei 2024