Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Pengamat menilai, pengaturan dan pengelolaan sektor minyak dan gas (migas) nasional dalam kondisi yang liberal. Hal ini ditandai dengan kurangnya dominansi perusahaan pelat merah di sektor migas.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara, mengatakan bahwa peran BUMN migas, dalam hal ini PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk masih rendah, yaitu 20 persen.
Tapi, ada satu hal yang hilang dari penguasaan negara dalam UU Migas No 22 Tahun 2001, yaitu aspek pengelolaan. "Seharusnya pengelolaan ada di tangan BUMN yang memang didesain untuk mampu melakukan berbagai aksi korporasi dan kepentingan bisnis," kata Marwan.
Kewenangan ini pun beralih dari tangan perusahaan pelat merah kepada kontraktor-kontraktor migas asing lewat SKK Migas. "Hal ini terjadi karena SKK Migas hanya berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan tidak punya kemampuan untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan aset secara bisnis," kata dia.
![vivamore="
Baca Juga
:"]
[/vivamore]
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Kewenangan ini pun beralih dari tangan perusahaan pelat merah kepada kontraktor-kontraktor migas asing lewat SKK Migas. "Hal ini terjadi karena SKK Migas hanya berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan tidak punya kemampuan untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan aset secara bisnis," kata dia.