- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id - Pemerintah menegaskan bahwa target lifting atau produksi minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 825 ribu barel per hari (bph) tidak akan tercapai.
Menurut Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro di rumah dinasnya, Selasa malam 17 Maret 2015, minimnya investasi yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) menjadi penyebabnya.
“Saya perkirakan, paling tinggi liftingnya itu 800 ribu bph, dari target 825 ribu bph,” jelas Bambang saat memberikan keterangannya.
Sumur-sumur minyak yang masih berproduksi di Indonesia, kata dia, pada umumnya sudah berusia tua dan tinggal memiliki cadangan sedikit. Sehingga, untuk bisa menguras sisa produksi tersebut dibutuhkan teknologi enhanced oil recovery (EOR) yang biayanya tidak sedikit.
Dia juga menjelaskan, untuk sumur-sumur yang relatif baru usianya, sebagian besar merupakan sumur hasil pengeboran lepas pantai.
“EOR dan pengeboran lepas pantai itu biayanya sudah pasti mahal. Kalau minyak anteng di US$90 per barel, masih oke bagi perusahaan minyak karena masih ada margin. Tapi kalau di bawah US$60, tentu perusahaan akan berpikir perlu tambah produksi, atau tidak nih. Perlu melanjutkan pengeboran lagi tidak nih," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, dengan kondisi harga minyak yang rendah itu merupakan inti permasalahan dari upaya Indonesia dalam mencapai target lifting tahun ini.
“Saya menduga, pada akhirnya perusahaan minyak banyak yang pasrah dengan produksinya dan tidak berniat meningkatkan volume,” terangnya. (asp)
Baca Juga: