Sumber :
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, mempertanyakan penunjukkan aktivis sekaligus pengamat politik Muhammad Fadjroel Rachman sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Rekam jejak Fadroel dianggap kurang tepat mengisi posisi tersebut.
"Untuk masalah komisaris BUMN, memang ini kewenangan pemerintah, menteri BUMN. Tapi Menteri BUMN, kok, suka menempatkan jabatan yang tak sesuai dengan Good Corporate Governance, " kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu 23 September 2015.
Baca Juga :
DPP Demokrat Lolos Verifikasi Faktual KPU
"Untuk masalah komisaris BUMN, memang ini kewenangan pemerintah, menteri BUMN. Tapi Menteri BUMN, kok, suka menempatkan jabatan yang tak sesuai dengan Good Corporate Governance, " kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu 23 September 2015.
Politisi Partai Demokrat itu menilai selama ini Kementerian BUMN selalu menempatkan direksi atau pimpinan perusahaan yang kapasitasnya kurang memenuhi prinsip tata kelola perusahaan.
"Enggak sesuai dengan pengalaman sehingga mengakibatkan negara banyak dirugikan," ujar Agus.
Misalnya saja, kata Agus, penunjukkan petinggi Badan Urusan Logistik (Bulog).
"Penunjukan orang Bulog itu contohnya, masa dari BRI, jadinya bermasalah. Karena BRI mengurusi soal keuangan bukan logistik. Rekam jejaknya tidak sesuai," ungkap Agus.
Aktivis sekaligus peneliti dan penulis, Muhammad Fadjroel Rachman, sebelumnya telah ditunjuk menjadi Komisaris Utama (Komut) PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Dia menggantikan posisi Imam Santoso Ernawi yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU-Pera.
Penunjukkan itu merupakan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Dalam RUPSLB juga diketahui perseroan memperoleh persetujuan untuk melepaskan saham baru (rights issue) senilai Rp2,74 triliun.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Politisi Partai Demokrat itu menilai selama ini Kementerian BUMN selalu menempatkan direksi atau pimpinan perusahaan yang kapasitasnya kurang memenuhi prinsip tata kelola perusahaan.