Mencari Jejak China di Tanah Betawi

Wihara Dharma Bhakti
Sumber :
  • VIVA.co.id/Riska Herliafifah

VIVA.co.id - Langit urung menumpahkan air ke bumi pagi itu. Tak ada mendung menggelayut seperti hari-hari sebelumnya. Padahal pada Tahun Baru China atau Imlek, hujan kerap diumpamakan sebagai rezeki turun langit.

Infinix GT 20 Pro 5G, Huawei Watch Fit 3 dan iQOO Z9 Menyapa Indonesia

Namun hal tersebut tak menyurutkan euforia masyarakat menyambut Imlek yang jatuh pada tanggal 8 Februari 2016. Satu pekan sebelum Imlek, hiasan lampion merah dan atraksi barongsai dengan mudah ditemui di berbagai pusat perbelanjaan di Indonesia, termasuk di ibu kota.

Kondisi ini tentu sangat berbeda ketika kepemimpinan Presiden ke-2 Soeharto. Saat itu, etnis China di Indonesia dilarang merayakan Imlek. Baru di masa Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lah, etnis China di Indonesia bisa bernapas lega.
Tips Sehat Bugar ala Indira Sudiro: Jiwa, Tubuh dan Pikiran Harus Seimbang

Gus Dur mengizinkan perayaan Imlek dan sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional. Meski baru bisa mencicipi manisnya perayaan Imlek pada awal tahun 2000-an, etnis China sesungguhnya sudah ada di Indonesia sejak beratus-ratus tahun yang lalu.
Kembali ke Liga Inggris, Bek Timnas Nathan Tjoe-A-On Hadapi Klub Anindya Bakrie dan Erick Thohir

Jika ditelusuri, bangsa China masuk ke Indonesia sejak abad ke-17. Ketika itu, Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) mengajak bangsa China dari daratan bermigrasi ke Indonesia, baik untuk bekerja atau berdagang.

Di Jakarta atau pada saat itu lebih dikenal sebagai Batavia, etnis China tinggal dan berdagang di sepanjang daerah Pintu Besar dan di sekitar sungai Ciliwung. Kini, sejumlah peninggalan mereka masih bisa ditemui dalam wujud bangunan tua.

Bangunan-bangunan ini masih berdiri kokoh di antara gedung-gedung pencakar langit ibu kota. Salah satunya adalah gedung Candra Naya. 

Tak ada yang mengira di balik bangunan megah Hotel Novotel, terselip bangunan tua yang kental dengan budaya China. Di jalan Gajah Mada Nomor 188, Jakarta Pusat, gedung bernama Candra Naya tersebut seakan tidak ingin tenggelam oleh pesatnya pembangunan gedung bertingkat.

“Gedung Candra Naya ini termasuk ke dalam Modernland dan terakhir masuk sekitar tiga tahun lalu. Tapi khusus gedung ini kita di bawah pengawasan dari Pemprov DKI karena gedung ini termasuk cagar budaya,” ujar Commercial Area Dept Head PT
Modernland Realty Tbk, Vivi Chai, kepada VIVA.co.id.

Begitu banyak catatan sejarah menyertai gedung yang dibangun pada awal abad ke-18 atau ke-19 ini. Namun yang pasti, Candra Naya pernah dimiliki seorang pedagang kaya China, Khouw Tian Sek.

Dilansir dari laman Jakarta Tourism, bangunan tersebut juga pernah digunakan sebagai kantor pusat sebuah organisasi bernama Sing Ming Hui pada saat akhir Perang Dunia ke-2. Organisasi ini diketahui lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial, seperti melayani dan menyediakan informasi bagi komunitas China yang menderita karena perang. 

Organisasi Sing Ming Hui kemudian berganti nama pada tahun 1962. Namanya berubah menjadi Tjandra Naja yang kemudian akhirnya menjadi Candra Naya. 

Saat ini gedung Candra Naya terbagi menjadi tiga bagian. Bagian kiri dan kanan disewakan untuk restoran. Ada yang menjadi kedai kopi, ada pula yang menjadi kafe.

Berbeda dengan bagian kiri dan kanan, gedung di bagian tengah tidak diperkenankan untuk komersial. “Hanya boleh untuk pameran saja,” kata Vivi.

Menelusuri bagian tengah gedung, mata akan disuguhkan dengan dua foto di sisi kiri dan kanan dinding. Mereka adalah foto mayor yang sempat tinggal di sana. Masuk ke ruang tengah, terdapat ornamen-ornamen Tionghoa, seperti lampion dan miniatur barongsai. Di sisi kiri, ada ruangan yang memajang berbagai frame tokoh-tokoh Tiongkok.

Suara gemericik air dari kolam ikan yang cukup besar terdengar saat kaki melangkah keluar ruang. Hawa sejuk langsung terasa. Kolam itu dikelilingi patung ikan yang sedang menggigit koin.

Bangunan Candra Naya

Bangunan Candra Naya yang berada di antara gedung-gedung tinggi. Foto: VIVA.co.id/Riska Herliafifah.

Keindahan gedung yang menjadi saksi bisu perjalanan etnis Tionghoa di Jakarta ini rupanya menarik perhatian masyarakat. Dhea salah satunya. Bersama dengan ibu dan sang anak, wanita keturunan Tionghoa ini menyambangi gedung Candra Naya untuk memenuhi rasa penasarannya. 

"Saya lagi jalan-jalan sekitar sini. Lihat gedung ini bareng ibu dan anak saya. Belajar sejarah juga tentang peninggalan China. Kebetulan saya juga keturunan. Bagus banget gedungnya,” ucapnya.

Penanaman Mangrove di Pulau Pramuka '1 tiket 1 pohon'

Cara Cathay Bantu Turunkan Emisi dan Atasi Perubahan Iklim

Maskapai penerbanngan, Cathay menggandeng Society of Renewable Energy (SRE) mendukung target penurunan emisi guna menjaga bumi dan lingkungan.

img_title
VIVA.co.id
21 Mei 2024