Indonesia Berpeluang Menangkan Banding Atas Putusan WTO

Penghentian Impor Kentang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA.co.id – Center of Reform on Economic, atau Core Indonesia mengungkapkan, masih ada peluang Indonesia untuk memenangkan banding atas hasil keputusan World Trade Organization pada beberapa hari lalu atas gugatan Amerika Serikat dan Selandia Baru, terkait regulasi nontariff barriers untuk impor.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Direktur Peneliti Core Indonesia, Mohammad Faisal menyebutkan, salah satu caranya memangkan banding, yaitu Pemerintah Indonesia harus mengantongi data perdagangan yang mumpuni. Hal ini, menurutnya, perlu sinkronisasi tinggi dari semua kementerian/lembaga terkait.

Dia menyebutkan, data perdagangan untuk melakukan perlawanan di pengadilan WTO adalah data yang mencakup aktivitas impor Indonesia dari kedua negara, dan aktivitas impor yang dilakukan kedua negara dari Indonesia.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

"Trade intelligence juga ke negara lain. Bisa dimainkan perannya oleh Atase Perdagangan. Data itu harus kuat," ujar Faisal kepada VIVA.co.id, Selasa 27 Desember 2016.

Dia mencontohkan, di dalam negeri, pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait dapat awasi dan bandingkan kualitas daya saing dari sisi harga antara produk dua negara tersebut dengan produk domestik. Jika, harga tidak wajar, ada kemungkinan negara asal melakukan dumping, yang bertentangan dengan aturan WTO.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

"Kalau mereka menggugat kita, kita bisa perlakukan mereka seperti yang mereka gugat kepada kita," ucapnya.

Kemudian dari sisi hukum, dia menyebut bahwa Indonesia harus memahami betul peraturan WTO dan dapat melihat celahnya untuk dapat bersaing secara cerdas dalam persaingan perdagangan bebas ini, dan dapat menerapkan proteksionisme yang disah di mata dunia.

Sebab, sebetulnya total regulasi non-tariff barrier Indonesia hanya 272 dengan 102 aturan terkait sektor pertanian dan peternakan. Sedangkan AS, totalnya ada 4.780, dengan 2.769 aturan terkait sektor pertanian dan peternakan.

Sementara itu, Selandia Baru, ada 579 aturan terkait sektor pertanian dan peternakan dari total 720 aturan.

"Kalau mereka menyandarkan penuh pada peraturan WTO, peraturan WTO itu mempunyai fleksibilitas yang luas, khususnya kepada negara-negara berkembang dan terbelakang. Negara berkembang, atau terbelakang diberikan dispensasi (berdasarkan status negara). Kita memiliki banyak dispensasi. Lalu, kita pintar saja membaca aturannya secara hukum," tutur dia.

Sebagai informasi, WTO mengabulkan gugatan Selandia Baru dan Amerika Serikat, terhadap Indonesia soal regulasi impor produk pertanian. Kedua negara menuding Jakarta melanggar aturan dagang internasional, dengan memberlakukan pembatasan impor terhadap berbagai produk agrikultur seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging sapi dan ayam. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya