Pengusaha Rogoh Kocek Lebih Dalam untuk Lembur Cuti Lebaran

Suasana kerja di suatu pabrik olahan pakaian di Bandung beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Khairizal Maris

VIVA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menyesalkan keputusan pemerintah yang tidak mengevaluasi penambahan cuti bersama Lebaran 2018. Sebab, kalangan pengusaha terpaksa menganggarkan tambahan uang lembur bagi buruh yang kerja selama cuti berlangsung.

900 Ribu Penumpang Diprediksi Padati KRL Jabodetabek pada Hari Kerja Pertama Usai Libur Lebaran

"Kami kecewa dengan kondisi Lebaran tahun ini. Mau enggak mau kami harus siapkan uang lembur jika ada buruh yang masuk kerja saat Lebaran nanti, " kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi, Senin 7 Mei 2018.

Dengan kondisi cuti Lebaran nanti ditambah hingga 7 hari, menurut Frans, jumlah anggaran uang lembur perusahaan tentu semakin besar. Hal itu terpaksa diterima untuk mematuhi keputusan pemerintah terkait libur mulai 11 Juni hingga 20 Juni 2018.

Pemprov DKI Tiadakan CFD Besok karena Masih Cuti Lebaran

Jumlah uang lembur itu akan diberikan dalam jumlah bervariasi. Pencairan uang lembur pun tergantung masa kerja tiap buruh. 

Selain itu pihaknya juga akan menjadwal ulang transaksi ekspor barang saat lebaran. Ia menganggap ini yang paling merepotkan para pengusaha.

Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan Selama Libur Lebaran pada 8 hingga 15 April 2024

"Para pegawai negeri kalau ikut cuti bersama ya otomatis bank-bank juga libur. Padahal momentum lebaran itu digunakan sebagian perusahaan untuk mengekspor barang ke luar negeri," tutur Frans.

Bentuk Diskriminasi

Ia pun mengkritik keputusan pemerintah yang tetap memperpanjang cuti Lebaran. Keputusan pemerintah itu dinilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok tertentu. 

"Pemerintah sama saja mengakomodir kepentingan kelompok tertentu tanpa memperhatikan situasi perusahaan yang ada di setiap daerah," ujar Frans.

Di Jawa Tengah lanjutnya, kinerja tiap perusahaan padat karya akan merasakan dampak perpanjangan cuti lebaran. Apalagi, perusahaan biasanya telah menjadwalkan transaksi ekspor ke luar negeri.

"Kami akan melobi pemerintah melalui kementerian terkait untuk memberikan alternatif kebijakan yang menguntungkan semua pihak," kata Frans. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya