Buat Rujukan Investor, ESDM Luncurkan Neraca Gas Bumi 2018-2027

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat peluncuran Neraca Gas Bumi Indonesia.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia atau NGI Tahun 2018-2027. Buku ini menjadi data informasi gas bumi Indonesia yang nantinya menjadi rujukan oleh para investor.

Reaktivasi Pabrik PIM-1 Bakal Tingkatkan Produksi Pupuk Indonesia

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menyampaikan, perubahan signifikan pada NGI 2018-2027, dengan sebelumnya, ada pada metodologi proyeksi kebutuhan gas.

Pada NGI sebelumnya, kata Arcandra metodologi proyeksi kebutuhan gas digabung antara kebutuhan gas yang sudah kontrak dengan kebutuhan gas yang masih potensial.

Harga Komoditas Dunia Meroket, Kargo Batu Bara Terdongkrak Naik

"Sedangkan pada NGI Tahun 2018-2027, proyeksi kebutuhan gas dibagi menjadi tiga skenario utama," ujar Arcandra di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 1 Oktober 2018.

Arcandra menjelaskan, skenario pertama, yakni neraca gas nasional diproyeksikan mengalami surplus gas pada tahun 2018-2027. Hal tersebut, karena perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi, serta tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa/LNG untuk jangka panjang.

Konflik Rusia ke Ukraina Dongkrak Harga Minyak RI

Kemudian, kedua, neraca gas nasional diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027, terdapat potensi di mana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan atau gas mengalami defisit.

Namun, kata Arcandra, hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.

"Proyeksi kebutuhan gas pada skenario II, menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen, pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2018-2027," ujarnya.

Untuk skenario kedua ini, asumsi pertumbuhan gas bumi diukur sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu 5,5 persen untuk sektor industri ritel, pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) atau pengembangan kilang sesuai jadwal, serta pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

Pipa gas CNG

Selanjutnya skenario ketiga, Neraca Gas Nasional diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Sedangkan 2018, tetap mencukupi sesuai realisasi dan rencana tahun berjalan.

Sementara itu, pada tahun 2025-2027, sebagaimana skenario kedua bahwa terdapat potensi di mana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan atau defisit. Namun, hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.

"Proyeksi kebutuhan gas pada skenario III menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen, pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, sektor industri retail memanfaatkan gas pada maksimum kapasitas pabrik serta penambahan demand dari pertumbuhan ekonomi dengan asumsi 5,5 persen, pelaksanaan RDMP sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal," sebutnya.

Dengan diluncurkannya buku ini, Arcanda berharap, dapat menjadi acuan bagi investor dan calon investor, badan usaha kementerian/lembaga, serta akademisi yang bertujuan mendukung dan menciptakan tata kelola gas bumi Indonesia yang kokoh.

Arcandra menambahkan, dalam hal ini pihaknya juga berkomitmen meningkatkan pemanfaatan sumber energi domestik diantaranya gas bumi yang memiliki cadangan sekitar 100 Triliun Standar Cubic Feet (TCF) sebagai energi bersih dan ramah lingkungan.

Hal tersebut, menurutnya, sejalan dengan Nawacita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2014-2019, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang juga dituangkan dalam beberapa paket kebijakan ekonomi.

Sementara itu, pada 2017, dijelaskan Arcandra, pemanfaatan gas bumi untuk domestik sudah sebesar 59 persen atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41 persen.

Di mana, pemanfaatan gas bumi domestik itu meliputi sektor industri sebesar 23,18 persen, kelistrikan 14,09 persen, Pupuk 10,64 persen, Lifting Migas 2,73 persen, LNG Domestik 5,64 persen, LPG Domestik 2,17 persen dan 0,15 persen untuk Program Pemerintah berupa Jargas Rumah Tangga dan SPBG. Sedangkan ekspor gas pipa 12,04 persen dan LNG Ekspor 29,37 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya