Kadin Akui Kemudahan Izin Usaha di Daerah Masih Jadi Momok Investasi

Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani.
Sumber :
  • M Yudha Prastya/VIVA.co.id

VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai bahwa kemudahan perizinan berusaha di daerah masih menjadi momok yang menakutkan bagi investor. Padahal, pemerintah pusat dianggap telah dengan baik merampingkan proses perizinan berusaha.

OJK Cabut Izin Usaha BPR Bali Artha Anugrah karena Tak Kunjung Sehat

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani, mengatakan, sistem One Single Submission atau OSS yang sejak tahun lalu diluncurkan pemerintah pusat, pada dasarnya telah memberikan angin segar bagi pelaku usaha ataupun investor untuk berusaha di Indonesia.

Namun demikian, sistem tersebut dikatakannya tidak diterjemahkan dengan baik dalam proses perizinan berusaha yang ada di pemerintahan daerah. Akibatnya, pelaku usaha ataupun investor pun menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya.

OJK Cabut Izin Usaha PT BPR EDCCASH

"Perbedaan dari kebijakan pemerintah pusat dan daerah, itu yang jadi keluhan oleh investor. Misalnya, investor asing masuk mau investasi, persyaratan di pemerintah pusat a, b, c, dan d, sementara itu di daerah e bisa sampai z," kata dia di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 16 Juli 2019.

Di samping itu, pemerintahan daerah pun dikatakannya banyak meluncurkan kebijakan-kebijakan populis yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kemampuan daerahnya. Misalnya, terkait kewajiban menggunakan 40 persen tenaga kerja di daerah tersebut ketika membuka usaha.

Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan, Industri Jawa Tengah dan Yogyakarta Serap 19 Ribu Tenaga Kerja

"Masalahnya ada enggak tenaga kerja yang kita butuhkan di situ, siap enggak tenaga kerjanya. Kembali ke kepala daerahnya, makin hari tapi kepala daerah makin baik, mereka membuka diri dan membangun masyarakatnya," tutur dia. 

Akibat kendala-kendala struktural tersebut, dikatakannya Indonesia hingga saat ini belum bisa menarik investasi asing, terutama ketika perang perdagangan antara China dan Amerika Serikat yang membuat investor kedua negara cenderung ingin angkat kaki menuju negara-negara berkembang.

"Kita tidak menikmati kue dari perang dagang ini seperti Vietnam, padahal EoDB (Ease of Doing Business) kita membaik, tapi mungkin kepastian di Vietnam lebih jelas baik dari hukum dan tanah. EoDB kita isunya adalah enforcing dan issuing contract itu isu yang paling berat," ungkap dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya