DPR Usul Bansos Baiknya Tunai agar Ekonomi Menggeliat Lagi

Ketua Komisi VIII, Yandri Susanto.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur

VIVA – Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, Yandri Susanto, meminta pemerintah untuk memperbaiki permasalahan yang terjadi selama penyaluran bantuan sosial atau bansos ke masyarakat terdampak COVID-19.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Data penerima, menurut dia, hingga kini masih bermasalah dan harus diperbaiki. Tapi, pihaknya juga mengusulkan agar bansos lebih baik dalam bentuk uang tunai.

Menurut Yandri, saat ini data yang ada masih perlu diperbaiki agar bansos tepat sasaran. Pihaknya juga sudah mengundang rapat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk memperbaiki data penerima bansos terutama di perdesaan.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Kita akui memang data atau evaluasi penyaluran selama ini masih mengalami kendala dan masalah di lapangan. Contoh yang paling konkret itu bagaimana mungkin di Kabupaten Cianjur yang dekat dengan Ibu Kota, ada 2.000 penerima bansos. Lalu, bansosnya ada tapi orangnya tidak ada. Ternyata setelah dipanggil bupatinya, memang data tidak diperbaiki," kata Yandri, Jumat 7 Agustus 2020.

Baca juga: Insentif Karyawan Bergaji di Bawah Rp5 juta, Bagaimana Pengawasannya

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Yandri juga menilai, sejak bansos digulirkan, ada beberapa hal yang perlu dievaluasi. Salah satunya yaitu bansos lebih baik dalam bentuk uang tunai daripada sembako. Karena, uang tunai lebih efisien dan dapat menggerakkan roda perekonomian rakyat.

"Kemarin kami evaluasi, jadi kalau sembako kan pernak-perniknya terlalu banyak. Misal, transportasinya, packing, jenis sembako, itu setelah dihitung-hitung nilai manfaat yang diterima masyarakat terdampak jadi tidak maksimal," kata politikus PAN itu.

Dia memberikan contoh, apabila diberikan dalam bentuk sembako, jumlahnya menyusut dari yang sudah ditetapkan sebelumnya. Karena terpotong oleh biaya pengadaan proses sembako tersebut.

"Misal anggaran Rp250 ribu, tapi setelah dihitung berapa gula, minyak, dan sebagainya tidak sampai Rp250 ribu. Karena sistem vendor, juga berapa biaya transportasi, packing tas. Sistem vendor juga pasti ada margin, ada ambil untung," ujarnya.

Dari beberapa pertimbangan tersebut, Yandri menyarankan agar bantuan sosial ke depannya diberikan dalam bentuk tunai. Dengan begitu, ekonomi kerakyatan di level paling bawah, bisa kembali bergeliat di masa pandemi saat ini.

"Sebaiknya pemerintah memberikan BST (bantuan sosial tunai) sehingga warung-warung kecil dan pasar-pasar di sekitar mereka bisa menggeliat, jadi aktivitas masyarakat bisa terasa dengan adanya BST. Tapi kalau sembako misal dari Jakarta, perputaran ekonomi tidak menggeliat di sekitar orang yang menerima bansos," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya