Perpres EBT Tegaskan RI Tidak Akan Bangun PLTU Baru

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bengkulu berkapasitas 2x100 megawatt.
Sumber :
  • Antara

VIVA Bisnis – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai melakukan Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres EBT).

PLN IP Targetkan Perdagangan Karbon Naik 2 Kali Lipat dari 2,4 Juta Ton CO2 di 2023

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, awalnya Perpres EBT ini disusun untuk membuat acuan harga, terkait dengan listrik yang nanti akan dibeli secara monopoli atau single offtaker oleh PLN.

Baca juga: BI Sebut Uang Rupiah Emisi 2022 Sulit Dipalsukan, Ini Kecanggihannya

Waktu Pendaftaran Mahasiswa Baru Institut Teknologi PLN Tahun 2024/2025 Diperpanjang

Namun, dalam perjalanannya Perpres EBT ini telah menjadi sesuatu yang lebih luas dan komprehensif, yang sejalan dengan upaya pemerintah mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission.

Di mana, di dalam Perpres EBT ini juga mencakup pengaturan-pengaturan secara khusus, misalnya pengaturan terkait bagaimana pemerintah akan lebih memprioritaskan untuk pembangkit listrik yang berbasis energi terbarukan, dan juga menghentikan pembangkit PLTU batu bara.

PLN Sebut Tak Semua Tiang Listrik Bisa Dijadikan SPKLU Kendaraan Listrik, Ini Alasannya

"Di dalam Perpres ini disebutkan secara jelas bahwa Indonesia tidak akan membangun PLTU yang baru," kata Dadan dalam telekonferensi, Jumat 7 Oktober 2022.

PLTU Indramayu, Pemasok Listrik di Sisi Utara Jawa Barat.

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Meski demikian, Dadan mengaku bahwa ada pengecualian dari ketentuan tersebut. "Kecuali (pembangunan PLTU) yang sudah dalam rencana, yang sudah masuk dalam RUPTL, dan masuk di dalam PSN yang memberikan kontribusi ekonomi yang strategis dan yang besar secara nasional," ujarnya.

Dadan menambahkan, meskipun ada pengecualian tersebut, namun di belakang hal itu juga diikat dengan ketentuan bahwa dalam waktu 10 tahun sejak beroperasi, emisi gas rumah kaca (GRK) dari PLTU-PLTU yang baru dibangun itu harus diturunkan hingga minimal 35 persen. Hal itu sebagai bentuk kepatuhan Indonesia, dalam komitmennya terhadap Paris Agreement dan National Determined Contribution (NDC). 

Pembangkit listrik dari energi terbarukan, panas bumi.

Photo :
  • bp.blogspot.com
 

"Apalagi sekarang kita sudah menyampaikan NDC yang lebih ambisius dengan menaikkan 2 persen (target NDC), dari 29 persen menjadi 31 persen di 2030," kata Dadan.

"Jadi itulah salah satu yang menjadi kemajuan utama di dalam proses penyusunan rancangan Perpres EBT ini. Sehingga proses penyiapannya menjadi cukup panjang, namun pada akhirnya kita mempunyai suatu regulasi untuk mempercepat pengimplementasian EBT yang lebih komprehensif," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya