Harga Terus Meroket, Badan Pangan Bocorkan Stok Kedelai RI Tersisa 7 Hari 

Aktivitas produksi tempe di Medan dengan bahan baku kacang kedelai (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Putra Nasution (Medan)

VIVA Bisnis – Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawai membeberkan kondisi pangan nasional saat ini berdasarkan prognosa atau perkiraan. Di mana komoditas kedelai, untuk ketersediaan atau stok hanya bertahan selama tujuh hari dan telur ayam ras tiga hari.

Pemudik Diperkirakan Naik 56 Persen, Pertamina Patra Niaga Siap Dukung Pergerakan Masyarakat

Astawai mengatakan, dengan ketahanan pangan kedelai yang hanya selama tujuh hari perlu menjadi perhatian. Sebab komoditas tersebut sangat diperlukan oleh para pengrajin tempe/tahu.

"Kedelai tujuh hari, Ini yang sangat perlu kita perhatikan. Kalau di daerah Jawa, di daerah pengrajin tahu tempe kedelai menjadi komoditas yang sangat diperlukan," ujar Astawai dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Sulawesi Selatan, Senin 24 Oktober 2022.

Jelang Hari Raya Idul Fitri, Persediaan BBM di Bali Masih Aman

Baca juga: Jalan Tol dari Bambu Rampung Dibuat, Ruas Semarang-Demak Seksi 2 Operasi Akhir 2022

Selain itu Astawai menuturkan, untuk beras saat ini ketahanan pangan ada di 88 hari, jagung 52 hari, bawang merah 39 hari, dan cabai besar 12 hari. Kemudian, daging lembu 82 hari, daging ayam ras 62 hari, telur ayam ras tiga hari, gula konsumsi 149 hari, dan minyak goreng 77 hari.

Keliling Pasar di Jatim, Satgas Pangan Pastikan Harga Bahan Pokok Stabil

Adapun dengan kondisi tersebut, Astawai optimis RI tidak akan terdampak oleh resesi melalui pangan. Namun, hal itu juga harus diwaspadai sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kenapa kita penting waspada, kita tidak boleh ternyata apa terpaku dengan bahasa batu kayu dan batu hidup di Indonesia jangan. Kita harus mulai bergerak mulai bersama-sama yakinkan bahwa kita harus bersama-sama berusaha," terangnya.

Pengrajin Tahu

Photo :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

Hal itu dilakukan jelas dia, karena tidak semua daerah di Indonesia ada pada kondisi yang subur. Sebab, kondisi di lapangan menunjukkan terdapat wilayah surplus dan defisit.

"Nah ini menjadi kendala menjadi problem di darat, defisit ini harganya. Kemudian di darat surplus harganya turun ini yang menjadi peran kita bersama peran pemerintah peran Bank Indonesia," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya