Pensiun Dini PLTU Masuk Kategori Ekonomi Hijau, OJK Sebut Bisa Dapat Kredit Berkelanjutan

Ilustrasi PLTU
Sumber :
  • Harry Siswoyo/VIVAnews.

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merevisi taxonomy sustain finance atau taksonomi keuangan berkelanjutan Indonesia yang mengusulkan batu bara masuk dalam kategori taksonomi hijau. Hal itu bisa dilakukan apabila perencanaannya disusun dari hulu ke hilir secara terintegrasi.

PLN IP Targetkan Perdagangan Karbon Naik 2 Kali Lipat dari 2,4 Juta Ton CO2 di 2023

Nantinya, program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara juga akan masuk ke dalam kategori ekonomi hijau, sehingga bisa mendapatkan pembiayaan atau kredit yang berkelanjutan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, revisi taxonomy sustain finance tersebut berkaitan dengan perbaikan yang terjadi di kawasan dan internasional. Seperti revisi Asean Taxonomy Board versi 2, yang baru-baru ini dilakukan di kawasan ASEAN.

Guru dan IRT Jadi Korban Pinjol Ilegal Terbanyak, OJK: Cek Legalitas dan Logis Sebelum Pinjam

"Dalam versi tersebut, PLTU batu bara yang dalam proses transisi energi dilakukan pengakhiran dini itu, termasuk dalam kelompok yang dapat diberikan pembiayaan (kredit) berkelanjutan, atau dengan kata lain masuk dalam kategori hijau," kata Mahendra dalam telekonferensi, Selasa, 5 September 2023.

Ketua DK OJK, Mahendra Siregar.

Photo :
  • M Yudha P / VIVA.co.id
Rendahnya Literasi Keuangan Picu Meningkatnya Korban Pinjol Ilegal

Langkah tersebut, diakui Mahendra sebagai yang pertama kalinya dilakukan oleh suatu organisasi regional dan internasional. Karena, pada umumnya, proses transisi energi dalam konteks pensiun dini PLTU itu, berkaitan erat dengan pembangunan pembangkit listrik untuk energi baru terbarukan (EBT).

"Makanya, saat ini program pensiun dini PLTU batu bara bisa secara terpisah dianggap sebagai kategori 'hijau', sekalipun tanpa dikaitkan dengan pembangunan pembangkit listrik EBT," ujar Mahendra.

Sementara itu, mengenai energi hasil PLTU batu bara yang dimanfaatkan untuk memproduksi industri berbasis hijau dan sustainable, misalnya energi batu bara untuk pabrik baterai kendaraan listrik, Mahendra mengaku belum bisa memutuskan apakah hal tersebut juga bisa mendapatkan pembiayaan hijau.

OJK masih melakukan kajian lebih lanjut, termasuk dalam revisi taksonomi tersebut. Di mana, lanjut Mahendra, pihaknya juga masih akan melihat hasil akhir rantai pasok yang bisa memberikan dampak positif yang lebih besar.

"Jadi daripada tidak dilakukan industri hijau seperti itu, maka terdapat perhitungan-perhitungan bahwa secara satu kesatuan terintegrasi, rantai pasok itu bisa dianggap hijau. Ini masih kami kaji terkait produksi dari hilirnya mid-stream, akan menentukan hasil akhir bagaimana produk rantai pasok ini," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya