Ekonomi Ungkap Data Penurunan Produksi Rokok di Tengah Kenaikan Harga

Ilustrasi/Kegiatan Produksi Rokok
Sumber :

Jakarta – Keputusan pemerintah memberlakukan kebijakan multiyear cukai patut diapresiasi sebagai bentuk kepastian bagi pelaku usaha. Hal itu diungkapkan Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho.

Bea Cukai Aceh Musnahkan Sembilan Juta Batang Rokok Ilegal Hasil Penindakan

Namun, Andry menilai pemerintah tetap perlu memperhatikan kondisi industri yang merasakan tekanan dari kebijakan kenaikan cukai yang eksesif. Ia mengatakan, situasi sekarang sudah membuktikan bahwa kenaikan yang cukup eksesif ini berakibat pada produksi industri hasil tembakau yang menurun. 

"Hal ini juga sudah terlihat melalui data dari semester awal ini. Jadi, dengan diberlakukannya tarif cukai yang tinggi ini, industri hasil tembakau merasakan tekanan,” katanya dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 September 2023.

Serikat Pekerja Tembakau Minta Pemerintah Tunda Pengesahan RPP Kesehatan, Ini Alasannya

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.

Photo :

Ia melanjutkan, tekanan terhadap industri hasil tembakau disebut dapat dilihat pada data produksi rokok secara kumulatif pada periode Januari-Agustus 2023. 

Indef Ungkap Tantangan Ekonomi yang Bakal Hantui Kabinet Prabowo-Gibran

Tercatat, dalam kurun waktu tersebut produksi rokok di Indonesia sebesar 197,5 miliar batang atau turun 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Seperti diketahui, pemerintah telah mengumumkan niatnya untuk meningkatkan target penerimaan cukai sebesar 8,3 persen menjadi Rp 246,1 triliun pada tahun 2024.  Meskipun belum disampaikan secara spesifik, namun, dapat diprediksi bahwa target penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) akan ikut meningkat. 

Andry melihat pergeseran pola konsumsi di masyarakat ini adalah dampak lain kenaikan cukai eksesif terhadap konsumen. Ia menyampaikan, konsekuensi dari kenaikan tarif dan kenaikan harga rokok adalah konsumen mencari alternatif yang lebih murah. 

“Konsumen yang biasanya mengonsumsi di layer pertama akan turun ke layer kedua. Kalau tidak ada yang sampai di bawahnya, maka pindah ke tingwe atau TIS maupun rokok ilegal.”

Senada dengan Andry, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi juga turut menyoroti imbas kenaikan cukai yang terlalu tinggi terhadap fenomena rokok ilegal.

“Maraknya rokok ilegal ini sudah terjadi cukup lama. Salah satu pemicu terjadinya hal ini adalah kenaikan cukai yang terlalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir,” ucap Benny.

Menurutnya, persentase kenaikan tarif cukai rokok telah melampaui angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan tersebut juga sudah jauh melebihi daya tahan industri rokok nasional.

Benny menyebut, tarif CHT dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan yang terlalu drastis. Ia mencontohkan, kenaikan cukai rokok pada 2020 yang rata-rata sebesar 23 persen lalu diikuti kenaikan rata-rata sebesar 12,5 persen dan 12 persen pada tahun 2021 dan 2022. Akhirnya, konsumen memilih untuk mencari rokok yang lebih murah dan bahkan membeli rokok ilegal.

“Sebagai solusi, kami sudah berulang kali menyampaikan kepada pemerintah agar kenaikan cukai hendaknya disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya