SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

[dok. SKK Migas]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), berkomitmen untuk terus meningkatkan komersialisasi minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air.

Masa RAFI 2024, Konsumsi Avtur Naik 10%

Dengan adanya temuan raksasa gas bumi beberapa waktu lalu, dipastikan bahwa hingga saat ini produksi minyak maupun gas nasional memang telah diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Hal itu bisa terlihat dari kebijakan pemerintah, yang mewajibkan para produsen minyak untuk menawarkan terlebih dulu hasil produksi minyaknya ke Pertamina," kata Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik dalam keterangannya Jumat, 29 Maret 2024.

Peringati Hari Kartini, Peran Perempuan dalam Industri 4.0 Jadi Sorotan di Hannover Messe 2024

[dok. SKK Migas]

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Dia mengungkapkan, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2021 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri, telah ditetapkan bahwa para produsen wajib menawarkan dulu hasil produksinya kepada Pertamina, atau badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak di dalam negeri.

Ajang JDM Funday Mandalika 2024 Bukan Sekadar Balapan Mobil Jepang

"Jadi wajib minyak-minyak itu ditawarkan ke Pertamina," ujarnya.

Rayendra mengatakan, hanya ada dua jenis minyak yang langsung diekspor dan jumlahnya juga tidak banyak. Hal itu lantaran jenis minyak yang memiliki sulfur sangat tinggi, dipastikan tidak bisa diolah di fasilitas kilang yang ada di Indonesia.

Tidak hanya minyak, produksi gas bumi sebagian besarnya juga harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data SKK Migas, dari 5.528,61 BBTUD, realisasi penyaluran gas bumi sebanyak 23,35 persen diekspor dalam bentuk LNG, dan 8,7 persen diekspor melalui pipa. Sementara, sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sementara, persentase gas untuk industri sebesar 26,85 persen, pupuk sebesar 12,48 persen, kelistrikan sebesar 12,6 persen, LNG domestik sebesar 9,91 persen, kebutuhan lifting minyak sebesar 4,26 persen, LPG sebesar 1,46 persen, dan untuk jaringan gas sebesar 0,28 persen serta BBG sebesar 0,11 persen.

Rayendra mencontohkan, untuk produksi LNG selain yang sudah berkontrak, maka sisa produksi LNG dipastikan akan ditawarkan ke konsumen dalam negeri.

"Seperti tahun ini, diawal kita proyeksikan tidak ada LNG yang Uncommitted Cargo, tapi di tengah jalan karena satu lain hal ada sekitar 3-4 kargo LNG uncommitted. Kita langsung tawarkan dulu ke dalam negeri. Pupuk, industri kelistrikan dan lainnya, ternyata tidak ada yang serap baru kita langsung jual ke spot," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya